Relasi Batiniah Antara Siswa dan Pelatih

10014685_10202598048084879_1756153869_n192214_1748776873939_5545856_o

 

 

 

 

 

Kedekatan siswa dengan pelatih merupakan hal yang batiniah. Terkadang tanpa ekspresi, melainkan hanya impresi. Seringkali tanpa kata, namun penuh makna. Itulah mengapa setelah lulus mengikuti diklat ex-siswa masih selalu ingat para pelatihnya, bahkan setelah berkaratnya waktu. Mungkin karena masa-masa itu merupakan saat pembentukan karakter atau pencarian jatidiri, sehingga elemen materi atau interaksi dengan siapapun kala itu akan membekas. Benarlah kata pepatah tempalah besi selagi panas, karena bila sudah mengeras jangan berharap ia bisa dibentuk lagi.

Semasa menjadi siswa kita mungkin berpikir negatif kepada pelatih. Namun baru setelah merasakan menjadi pelatih, kita akan mampu berempati kepada siapapun yang pernah melatih kita. Bila dianalogikan koloni singa, sang pejantan patriakh tak pernah memanjakan anak-anak singa melainkan mengajarkan mereka bahwa diluar teritorinya adalah dunia yang kejam. Ia mengajari mereka dengan keras, agar suatu hari anak-anak singa itu menjadi perkasa seperti para petarung di kelompoknya. Lebih utama lagi, ia akan bertarung mempertaruhkan nyawanya untuk melindungi anak-anak singa. Itulah rasa sayang pelatih kepada siswa. Bukan sesuatu untuk dipamerkan didepan siswa, namun suatu hari ketika anak-anak singa itu telah tumbuh digdaya mereka tak pernah lupa siapa yang mengajari mereka. To become a lion you must train with lions.

Waktu berlalu begitu cepat, seolah baru kemarin diklat selesai. Kini kita menyaksikan satu per satu pelatih atau siswa kita telah kembali ke pangkuan Ilahi. Apabila kita tak pernah kontak dengan mereka mungkin getaran itu tak terasa, namun saat kita pernah menjadi pelatihnya atau pernah menjadi siswanya kita akan dapat merasakan rasa sayang yang tak memanjakan itu, dulu sekali. Sekali rasa sayang, rasa melindungi, rasa melatih itu tumbuh ia akan bertahan lama sekali, demikian pula rasa hormat mereka pada yang melindunginya.

Sebagian dari kita pernah melatih banyak angkatan, namun hanya sekali menjadi siswa dan saat itulah kita hafal setiap pelatih yang menjaga. Kala diklat KP salah satunya yang paling senior adalah alm kang Oding (PW). Tak mungkin melupakan beliau karena saat diklat seringkali muncul di berbagai tempat medan operasi untuk mengaping anak-anak ingusan seperti kami. Banyak kesan teramat baik terhadap beliau, penuh rasa hormat dari bekas siswanya.

“Yang setia saat longmarch ‘KP’.. Kang Oding, selamat jalan! semoga beliau lebih berbahagia disisi-Nya… Amiin..” tulis Rina mengiringi kepergian beliau pada tanggal 20 Juni 2011.
“Ilmu yang akang berikan tak akan pernah saya lupakan.” janji Bais.

174956_10150281104614035_1455455_oBegitupun kala mereka yang pernah dilatih berpulang, ada sayatan perih terasa walau itu sudah lama sekali. Dimulai dari alm Wahyudi (KC), saya juga lupa sudah berapa orang adik yang berpulang. Yang masih tak lekang barangkali alm Ryo (SH) dan terakhir ini almh Yulia (CR).

Setelah Ryo berpulang Butet mengiringi kepergiannya dengan untaian kata “Special pray for saudaraku: Ryo Wib today you fly into the sky.. Be “bad” boy, as always.. climb the moon, explore the sun, reach the darkness of nights..and meet the Almighty… Thanks for sharing your wonderful years with us in Palawa Unpad from 1995 – today. Be Rest In Peace there among the stars, Amen.. butet, kesiswaan Diklat SH 1995″

 

Wawan yang menjabat danlat kala diklat CR melukiskan kalimat perpisahan untuk Yulia, siswa kesayangannya itu sebagai berikut “Sakitmu dan semua cobaan yang telah dilewati semoga menjadi kifarat atas dosa-dosa yang pernah ada. Berharap selalu kelak engkau berjalan setitian bersama orang-orang yang mendapat ampunanNya. Selamat jalan saudaraku. Duka cita terdalam dari kami yang melepas kepergianmu. #inmemoriamyuliaCR ”

Kala memasuki arena diklat kita tak bisa memilih siapa yang akan melatih kita atau siapa yang akan kita latih. Namun siapapun itu, dengan merekalah kita akan punya koneksi batiniah yang orang lain tak mudah mengerti. Bukan sebuah sentimentil murahan melainkan rasa yang aneh di relung hati, yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang pernah bersama di medan operasi.

Andai kita punya sejenak waktu alangkah indahnya meluangkan sesaat mendoakan, mengenang kembali dengan penuh rasa hormat siapa yang pernah melatih kita dan mengenangnya dengan rasa sayang mereka yang pernah kita latih di medan operasi. Because of love, one is courage.