Suatu sore Ririn, mahasiswi Fikom, datang dari Jatinangor ke kampus Dipatiukur. Ia langsung ikut duduk-duduk di koridor LPT (Lapang Parkir Tengah) bersama para mahasiswa yang lain. Rupanya sedang ada tugas kuliah.
” Bar, Dung kenal ga sama ketua Senat? ” tanyanya.
” Kunaon kitu Rin, bogoh?” jawab Bar asal.
” Gelo..,” Ririn kesal.
“Gini aku ada tugas wawancara buat kuliah euy,” lanjutnya,” ngan teu wawuh mana orang na. Lagian program-programnya juga ga jelas banget..bla..bla..”
” Oh gitu..” kata Dudung tersenyum.
” Coba tuh tanya ke orang sebelah kamu,” lanjutnya.
Ririn tak mengerti, nengok ke mahasiswa yang duduk sebelahnya lalu berbalik ke Dudung ,” Saha eta Dung?” Ririn kurang paham.
“Aku ga kenal,” lanjutnya.
“Iya dia ketua Senat,” jawab Dudung sambil menahan tawa.
BLARRR… Ririn serasa disambar petir. Mukanya merah padam karena malu. Juga kesal pada kedua teman seangkatannya, namun disisi lain lega akan bisa menyelesaikan tugasnya.
Senat mahasiswa awal 90 an memang tak sepopuler setelah era reformasi. Itu salah satu buah dari kebijakan NKK/BKK oleh Daoed Joesoef ditahun 1978 untuk memberangus gerakan mahasiswa.
Baru ditahun 1990 menteri Fuad Hassan mencabut secara formal kebijakan NKK/BKK dan menggantinya dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0457/U/1990 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan.
Sebagai gantinya, pemerintah membentuk Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT) dan Unit Kegiatan Mahasiswa di tingkat universitas. SMPT beranggotakan ketua senat, BPM serta himpunan jurusan. Adapun di tingkat fakultas dibentuk senat, badan perwakilan mahasiswa (BPM) serta himpunan jurusan.
Respons mahasiswa beragam menanggapi pendirian SMPT. Sebagian menganggapnya sebagai lembaga yang demokratis setidaknya jika dibandingkan dengan zaman NKK/BKK. Lumayan daripada lu manyun. Sebaliknya, sebagian lagi meyakini motif gelap dibalik pendirian SMPT.
Awal tahun 90-an Orde Baru sedang kuat-kuatnya, Golkar menang gemilang dalam Pemilu 1987, percuma saja melawan rezim kediktatoran. Tahun 1989 lalu, helikopter Kopassus mendarat didalam kampus ITB menurunkan pasukan akibat mahasiswa mendemo kedatangan Mendagri Rudini. Demo keluar kampus akan berhadapan dengan panser.
Maka kita bisa memaklumi lemahnya gerakan mahasiswa kala itu. Ibarat masih kleyengan tak bertenaga. Senat mahasiswa hanyalah gerakan diatas kertas. Jangan bandingkan dengan kebesaran nama DEMA (Dewan Mahasiswa) belasan tahun lalu. Dewan Mahasiswa sangat ditakuti pemerintah pada masanya.
Ini tercermin juga dari sekretariatnya masa itu. Sekretariat Senat pusat disamping tempat fotocopy Kopma Lapangan Parkir Tengah lebih sering vakum. PLW pun beberapa kali bebas menggunakannya.
Ruangannya sering dijadikan tempat sholat atau tempat rehat usai futsal di LPT oleh para mahasiswa. Yang memilukan tak jarang dijadikan tempat tiduran mahasiswa yang sedang teler. Ini benar terjadi dimasa itu, kerap ada yang teler di kampus biasanya mahasiswa senior bahkan alumni.
Bahkan ada yang berani masuk kedalam Sekretariat PLW saking telernya. Tentu ini kesalahan fatal, pelakunya langsung kena stubet (setut beuteung) hingga kapok.
Meriahnya senat pusat terasa menjelang ospek mahasiswa baru. Ini jadi berkah juga bagi para kuncen kampus. Karena logistik yang berlimpah dari sumbangan mahasiswa baru, sebagian penghuni Sekretariat pun “ngiring bingah” minta jatah mie instan untuk mengisi perut hehe
Tentu saja saat itu semua pun menaruh harapan besar kebangkitan gerakan mahasiswa seperti era Dewan Mahasiswa. Walau diawal tahun 90-an gerakan mahasiswa masih lemas, setiap orang yakin saat kejayaan itu akan tiba walau mereka mungkin tak mengalaminya. Keyakinan itu terbukti benar dan waktunya adalah tahun 1998, ketika listingan 89-90-91semua sudah lulus.