Pertama Mengikuti MUPER

51909_517700521591664_1769391598_oSebagai ketua Musyawarah Perhimpunan (Muper), Dudung layak pusing. Maklum saja sebagai anggota muda yang baru masuk beberapa bulan lalu, ini tampuk kepanitiaannya yang pertama di kampus. Dia sendiri belum jelas harus melakukan apa saja. Namun rekan-rekan seangkatannya menghibur membesarkan hati.

“Kalem engke dibantuan,” ujar Adjat,” tapi telat sakeudeung teu nanaon nya.”
“Sok lah perlu naon,” Bais juga solider,”..asal urang ulah diasupkeun panitia we.” Yang lain mendukung dengan nada yang sama. Ambiguitas.

Namun support dan simpati yang tumpah bukan tanpa alasan. Yang lain tak mau jadi ketua panitia, itu saja alasannya. Dudung yang sudah terlebih dahulu dikenal oleh para senior, tak berdaya kala ditunjuk sebagai ketua Muper. Sementara yang lain menari bersukacita. Dudung pasrah, ia tahu benar kelakukan rekan seangkatannya sejak di bivak Diklat.

“Bener bantuan nya…” ujar Dudung lirih.

Hal pertama yang memusingkan adalah mendatangkan quorum, Dudung pulang anting ke telepon umum mengingatkan peserta untuk hadir. Untunglah dalam hal ini, rekan seangkatannya tak sulit untuk datang. Bukan ingin hadir Muper, namun tak ada kerjaan di rumah. Beberapa orang memerlukan trik khusus supaya datang, karena memang samasekali tak berniat ikut Muper.

“Tri..datang nya ka sekret, barudak ribut.” suara di telepon, Triyanto sigap, langsung ngebut dengan motor, menyelipkan samurai di jaket. Namun ia tak habis pikir, kenapa ribut harus memakai baju perhimpunan.

Sesampai di sekret ia kesal bukan main. Karena bukan ribut, tetapi harus rapat. Anjing…, garelo nipu ka aing, ia kukulutus.
“Geus catur we Tri,” ajak Bar. Kebetulan Triyanto juga maniak catur.
“Hayu lah..najis aing..ditipu ku barudak..moal milu Muper aing mah ” ujar Tri masih kukulutus.

Di lantai atas Sekret mereka larut dalam permainan catur, posisi Tri di atas angin. Harus diakui ia memang jago catur, keluh Bar dalam hati. Sementara itu Dudung makin sibuk pulang anting dari tempat Muper di ruang senat guru besar ke sekret. Ia mengejar-ngejar anggota supaya masuk ruangan.

“Buru asup atuh euy meh gancang quorum..”
“Enya keudeung deui ge eleh si Barbar mah,” tukas Tri yang sudah merasa nyaman merasa menang. Ia mulai lupa telah ditipu rekannya. Dudung melengos.

Sepuluh menit kemudian ia datang lagi.
“Buruan atuh euy, urang geus ditanya ku senior.”
Namun bidak-bidak pertahanan Bar masih menampakkan perlawanan. Triyanto gemas,” Geus menyerah lah.”
“Seri we,” ajak Bar.
“Sori we seri mah..” tampik Tri,” maneh geus rek eleh teh… Keudeung deui ieu mah, Dung”

Dudung kembali ke RSGB, hanya untuk diceramahi senior-seniornya yang sudah menunggu. Kamarana angkatan KP? Buruan kumpul supaya gancang quorum!

Tekanan yang bertubi-tubi membuat Dudung tak tahan. Sudah pulang anting sekitar kampus, masih dimarahi juga. Aing jiga nu ngangon meri wae, gerutu Dudung, pulang anting kamamana neangan barudak. Keringat deras mengucur di dahinya. Ia ingat Tri dan Bar yang masih berleha-leha catur di lantai atas Sekret. Ku aing…, gerutunya. sambil merah padam ia kembali ke sekret.

“Hey, buru atuh!” ia menegur kedua pecatur yang masih asyik.
“Keula..kagok yeuh..” ujar Tri. Dudung merah padam, ia tak bisa menahan emosi nya lagi, Braaakkk…dipukulnya papan catur. Buah-buah catur berhamburan kemana-mana.

“Anjrit..geloo..” Triyanto terkesiap. Dudung tak peduli, lalu ia meninggalkan mereka berdua.
“Aing balik we kieu mah..quorum tai pedut” Tri napsu, ia mengambil kembali jaketnya. Bersiap pulang.

Sementara itu Bar senang-senang saja buah caturnya berantakan. Posisinya yang hampir kalah tak terbukti. Aku rapopo, senyumnya. Namun ia kasihan juga bila Dudung disemprot.
“”Kamana Tri?” tanyanya.
“Balik.”
“Maneh sieun eleh ku urang?” tanyanya tersenyum.
“Anjir..maneh pan nu ampir eleh!”
“Mana buktina?” tanya Bar kalem,” mun maneh balik ku urang bejakeun ka barudak maneh nu eleh.”

Triyanto mesem-mesem. Hatinya gundah. Mun aing balik, harga diri yeuh, pikirnya, maenya disebutkeun eleh catur.
“Ke teruskeun mun geus beres Muper atuh,” usul Bar. Triyanto pun terpaksa setuju. Mereka berdua melangkah ke ruang Muper. Sare we di jero mah, gumam Tri.