Sejak keluarnya SK pengangkatan Dudung sebagai danpur, jabatan itu lalu melekat begitu saja padanya. Danpur merupakan kependekan dari Komandan Dapur, istilah untuk seseorang yang bertanggung jawab terhadap urusan dapur di medan operasi selama pendidikan dan latihan dasar (diklatdas) berlangsung. Maka sejak itu Dudung adalah danpur dan danpur adalah Dudung. Mutlak dan mengikat.
Jabatan ini ternyata menimbulkan perasaan sangsi di antara cewek-cewek seangkatannya. Maka mulailah terjadi pro dan kontra di antara KP Girls, meminjam istilah Gorin (Rina Agustin)
“Eh..eh… danpurnya cowok ya? Ga papa juga sih. Tapi beres nggak tuh nanti kerjaannya…cowok kan nggak multi-tasking dan biasanya gagap di wilayah dapur.” Seseorang nyeletuk membuka pembicaraan.
“Iya siih… cewek kan lebih rapi dan teliti. Lihat aja kalo ada event-event, seksi konsumsi pasti dipegang oleh ibu-ibu. Lagian cowok kalo masak ’kan suka sambil nyemil sana nyemil sini….” timpal yang lain galau. Sudah kebayang yang enggak-enggak, misalnya lauknya berkurang ditilep danpur.
“Hmmm….khawatir juga yaa…. di medan operasi ‘kan apa saja bisa terjadi. Perkelahian bisa terjadi cuma gara-gara perut lapar,” gumam yang lain prihatin.
Namun seseorang mencoba bersikap objektif, “Eh…tapi jangan salah, waktu diklat dia rajin masak lho, dan paling cekatan diantara cowok-cowok yang lain.”
Lalu sepi, tidak ada tanggapan. Senja datang. Sepertinya mereka sudah pada kelaparan, jadi malas meneruskan pembahasan. Bayangan gehu dan bala-bala haneut di jalan Supratman sudah terlintas di kepala mereka masing-masing.
Mereka berjalan beriringan menuju gerbang selatan kampus Dipati Ukur, lalu belok kiri dan siap-siap menyeberang untuk menunggu angkot jurusan Cicaheum. Angkot jauh-dekat tarifnya sama, 500 perak. Masing-masing sudah menyiapkan gope’an logam di tangan, dan menyisakan beberapa lembar ribuan di saku celana untuk membeli gorengan.
Tiba-tiba sebuah angkot Riung Bandung-Dago berhenti di depan mereka. Cekiiit… rodanya berdecit. Sepertinya penumpang ketiduran, atau melamun sehingga secara dadakan memberi isyarat “kiri” kepada supir. Kenek angkot dengan sigap meloncat menghindari kubangan. Menggerutu dan menurunkan sekarung beras. Tanpa sadar mereka mengamati insiden kecil itu. Lalu menjerit serempak ketika wajah yang mereka kenal muncul dari dalam angkot “Duduuung….”
Dudung melompat keluar. Sang kenek menggerutu lagi. Mungkin jealous karena penumpang yang merepotkan itu ternyata punya fans awewe gareulis. “Asa kasepan urang..jeung teu manggul karung beas urang mah,” pikirnya tak rela. Kenek angkot itu tentu tak mengira penumpang yang disangkanya kuli panggul beras dari pasar Kiaracondong menuju pasar Simpang itu adalah mahasiswa PAAP. Lalu angkot tancap gas.
“Heeeyy…. mau kamarana euy?” Dudung bertanya ramah, senyumnya mengembang lebar sambil memamerkan gigi gingsulnya.
KP girls cuma senyam-senyum kecil. Biasalaaah… kalo abis ngomongin orang, trus ketemu orangnya, jadi mati gaya kan?
“Eh, Ini apa Dung?” Seseorang akhirnya berhasil menemukan topik pembicaraan.
“Beas, persiapan buat diklat. Yuuk ahh, udah gelap nih. Saya duluan yaa,” pamitnya sambil memanggul beras pergi menuju sekret. Langkahnya ringan, padahal bebannya berat. Jelas dia punya ilmu meringankan beban. Di sekret ia telah dinanti oleh komandan-komandan yang lain.
KP girls berpandang-pandangan di bawah sorot lampu jalanan. Lalu serempak mengangguk, seperti jagoan di film-film laga ketika bersiap melancarkan aksi. Ada yang tertawa kecil, ada yang keterusan manggut-manggut, dan ada yang mengusap poni. Tapi mereka setuju satu hal.
Bahwa ternyata tugas danpur tidak sesederhana yang mereka pikirkan. Jika seksi konsumsi umumnya bertugas mengupayakan penganan ringan maupun berat dari supplier dan mendistribusikan kepada peserta acara/event, job desc danpur berlipat dan berlapis lebih dari itu. Dimulai dari membuat rincian anggaran belanja, lalu ia harus memastikan bahwa budget dapur medan operasi – yang seringnya minim itu – bisa untuk men-suply konsumsi yang memadai bagi seluruh pelatih yang bertugas di medan operasi, memastikan bahwa menu cukup sehat dan tidak monoton, belum lagi kalo terjadi defisit, siap-siap rogoh kantong pribadi buat nombokin, dan yang tak kalah penting memastikan cukup punya cadangan tenaga untuk memanggul beras – dan mungkin juga kompor, tabung gas, sayur dan buah-buahan, aqua galon dan lain-lain – jika sewaktu-waktu sarana transportasi tidak memungkinkan, seperti misalnya kendaraan mogok atau jalur menuju medan operasi terlalu ekstrim untuk dilalui kendaraan.
Lalu KP girls sepakat untuk melupakan keraguan terhadap danpur terpilih. Dengan riang gembira mereka melompat ke dalam angkot menuju jalan W.R. Supratman dimana tukang-tukang gorengan sudah berjajar sepanjang jalan menunggu serbuan pembeli.
Gehu…bala-bala…I am coming….
(to be continued)