Hiking Nostalgia ke Jayagiri

IMG-20151202-02566Sebelum jam delapan pagi Arman sudah nongol di toko DO, sedikit masygul dengan lalu lintas di jalan bypas alias Soekarno-Hatta. “Edan macet pisan ti Samsat nepi Metro,” keluhnya, “untung urang mah tadi melawan arah.”

“Tungguan heula we atuh meh terurai macet na,” usul Bais,”sakalian urang ge rek modol heula.” Setelah usul, Bais langsung melipir ke WC.

Rencana kepergian jam delapan tepat pun molor, seperti biasa. Tak apa, toh Jayagiri tak akan kemana. Hari itu, Rabu 2 Desember, agendanya memang hiking dari Cikole ke Jayagiri di kaki gunung Tangkuban Perahu. Sebelum menuju Cikole, mereka mampir dulu ke Sersan Bajuri tempat kediaman Erwin, teman kuliah Bar di Fakultas Ekonomi. Niat awalnya hanya mengembalikan helm yang dipinjam sebulan lalu.

“Milu hiking ka Jayagiri?” ajak Bar. Ajakan tiba-tiba ini segera mengusik nurani Erwin, sejatinya ia bukan penggiat hiking namun diiming-imingi ngopi di Jayagiri pecinta kopi mana yang tak berpikir duakali.
“Wah…perlu didalami yeuh ajakan na ..” jawabnya bimbang dan ragu,” kudu bari ngopi ieu mah.” Merekapun melewatkan waktu sepeminuman kopi sambil ngobrol ngaler ngidul. Seperti diduga, Erwin yang kebetulan ada waktu luang tak kuasa menampik ajakan hiking ke Jayagiri.

Kala mobil bergerak, Erwin langsung sumringah dengan nuansa 90-an,” Tah ari sagenerasi mah asa langsung welcome lagu-laguna oge..” ujarnya. Arman memang memutar lagu-lagu yang populer di era 90-an kala kuliah, Erwin yang punya basic pembetot gitar langsung klik. Bais juga pernah bekerja di studio rekam jadi sangat paham genre musik.

Perjalanan ke Cikole diltemani dengan lagu-lagu dari grup yang populer di tahun 90-an seperti Poison, Bon Jovi dan Rush. Setelah mobil parkir di tempat downhill MTB jalan kaki dimulai didalam hutan pinus. Sebuah kesatuan tentara juga tampak sedang berlatih, mereka sedang menyerbu warung dadakan di hutan pinus yang dibuka ibu-ibu. Keempatnya pun ngiring bingah, ikut ngopi.

IMG-20151202-02567

bbm__1449290202108

 

 

 

 

 

“Paling oge sakilo deui tidieu mah,” kata ibu-ibu warung dadakan. Nyatanya boro-boro sekilo, baru satu setengah jam kemudian tiba di Jayagiri. Artinya mungkin sekitar empat kilometer. Namun itu juga termasuk istirahat sambil tanya sana-sini, maklum terakhir kesini sudah duapuluh tahun lalu.

Ternyata ada miskomunikasi antara mereka dengan penduduk yang ditanya. Maksud mereka kala menanyakan arah adalah Puncak Jayagiri, sementara penduduk menunjukkan arah desa Jayagiri. Alhasil merekapun nyasar ke desa Jayagiri.
“Kieu carana mah mening teruskeun we ka Lembang, balikna naek angkot ka Cikole,” kata Bar pasrah. Opsi kembali nanjak ke Cikole dari desa Jayagiri, tersingkir jauh-jauh dari pilihan mereka. “Teu feasible opsi eta mah…” gumam Erwin geleng-geleng kepala dengan keringat bercucuran.

Setiba di Lembang merekapun mencegat angkot warna kuning jurusan Cikole, setelah sebelumnya sholat di mesjid agung. Perjalanan kali ini tak terlalu mengesankan. Selain salah jalan, jalur ke Jayagiri dari Cikole pun berupa jalanan tempat offroad dan trail, terasa kurang intim bagi pejalan seperti mereka. Namun semua cukup terhibur dengan keringat bercucuran, nostralgia, dan kesegaran yang didapat.

Foto : Bayu Bharuna, Arman Norval