Pain Is Temporary Pride Is Forever

12378046_10208082462523185_7673299658241668516_o

“Risin’ up, back on the street
Did my time, took my chances
Went the distance
Now I’m back on my feet
Just a man and his will to survive…”
(Eyes Of Tiger – Survivor)

by Bayu Ismayudi

“Bay, hiking deui yu ah, aya jalur nu leuwih menantang teu?”. Tantang Sonny seminggu seusai melakukan hiking sesi trek Pakar- Maribaya via Patahan Lembang. Rupanya “Virus” hiking sudah menjangkit pada semangatnya yang membuat dia kecanduan dan mengajak saya untuk menyusuri jalur yang lebih “eksotis”.

“Aya Son, ka curug (air terjun) Cibareubeuy, alus tah spotna” jawab saya…Lalu saya paparkan, untuk menuju ke situ ada beberapa jalur yang bisa dilalui, jalur yang terdekat dan aman adalah via desa Cibeusi, Ciater, Lembang yang berjarak kurang lebih 2km menuju lokasi dengan medan hutan heterogen dan trek yang cenderung datar…”Eta jalur aman keur maneh son, jadi maneh bisa gancang nepi…urang jeung barudak nu lain rek lewat Wates jarakna 6km medanna curam son, komo usum hujan kieu mah…” Lanjut saya.

“Wah ente nganggap urang anak bawang bay?!!”…”Kajeun teu milu urang mah!!” gertak Sonny. Rupanya saran saya agar dia melalui jalur yang lebih safety ditolak mentah-mentah…”Hmmm..ok atuh Son, maneh milu jalur urang we” Sahut saya sambil nyengir…
Ketunanetraan akibat penyakit lupus yang diderita Sonny sepertinya tidak bisa mengungkung semangatnya, “Jiwa liar petualangan” dalam dirinya masih membara.

Hingga tiba pada hari yang telah ditentukan, kami bersebelas termasuk Sonny mulai menyusuri jalan setapak hutan pinus di pagi yang berselimut kabut tebal. Trek awal masih terasa bersahabat, senda gurau mewarnai perjalanan kami.

Hingga tiba pada belokkan di tengah perkebunan kopi menuju hutan heterogen, jalanan mulai menanjak. Saya yang menjadi leader menunggu satu persatu anggota team memasuki hutan. Hingga beberapa orang memasuki hutan, Sonny blom tampak batang hidungnya, saya pun kembali memasuki wilayah perkebunan kopi. Di tengah perkebunan Nampak Sonny terduduk di kelilingi rekan Wawan, Yussa dan Radea (putra Sonny). “Kunaon Son?” Tanya saya saat tiba…”Keula euy suku kram, trus rada eungap yeuh, jigana awak can menyesuaikan” jawab Sonny…”Ok, istirahat heula we” ucap saya.

Dan dari situ team mulai terbagi menjadi dua kelompok, Shake salah satu rekan kami yang waktu itu sudah bersama rombongan awal, secara otomatis menjadi leader untuk rombongan awal.

Perlu diketahui hiking ini merupakan acara rutin dari kawan-kawan SMA tapi tidak menutup kemungkinan bagi rekan-rekan di luar komunitas kami untuk ikut serta. Sebelumnya beberapa rekan sudah mensurvey jalur ini yaitu Shake dan Yussa, jadi tugas sudah terbagi otomatis apabila kelompok terpecah.

Setelah beberapa menit berselang, Sonny pun sudah sanggup melanjutkan perjalanan. Kabut semakin tebal, hingga kami mulai memasuki hutan rintik hujan mulai menyapa kami. Semakin kita memasuki hutan, hujan pun mulai turun lebat, kami pun sigap mengenakan rain coat.

Tiba-tiba kami dikejutkan oleh datangnya tiga orang teman dari komunitas District One yang sedang mensurvey jalur yang berbeda untuk suatu event. Bagai mendapat ‘energi’ baru, kawan-kawan ini pun yang nota bene merupakan kawan lama bagi rekan-rekan dalam rombongan ikut mengawal kami.

Setelah melihat kondisi Sonny agak ‘aman’ karena ada beberapa rekan yang mengawal, saya beranjak mendahului menyusul rombongan terdahulu, mengingat jalur di depan mulai curam dan licin saat hujan begini.

Benar saja, rombongan depan terhenti saat melihat jalur curam dan licin tersaji di depannya, saya melihat Shake mulai merayapi terlebih dahulu jalur itu sambil meniti pijakkan aman untuk dilalui rombongan. Saya segera mengeluarkan webbing yang sengaja saya bawa dan melemparkan pada Shake untuk diikatkan pada akar yang menonjol yang terdapat di jalur itu.

Satu per satu beberapa anggota rombongan mulai menuruni trek dengan bertumpu pada tali webbing. Walaupun sudah bertumpu pada webbing, beberapa anggota rombongan banyak yang terjatuh dan tergelincir bermandikan lumpur, termasuk Rummi seorang bocah perempuan yang diapit ayahnya. “Ayoo Rummiii kamu hebaat!!” teriak anggota rombongan menyemangati saat si bocah cantik ini mulai berteriak ketakutan…”Ayoo Rummii, kamu bisaaa!!”. Suasana menjadi sedikit dramatis seiring dengan turunnya hujan lebat, berselimut kabut dan gledeg yang memekakan telinga.

Usai rombongan pertama sukses menuruni trek dan terus melanjutkan perjalan dileaderi Shake. Saya menunggu rombongan selanjutnya dengan bertumpu pada webbing.

Tidak berapa lama rombongan kedua pun tiba, beberapa rekan mulai membimbing Sonny agar bertumpu pada pijakan yang aman sebelum mencapai tali webbing, Sonny menuruni trek dengan teknik rapelling dan saya dengan seorang rekan menunggu di bawah.

Trek ini adalah jalur curam pertama yang harus dilalui, perjalan selanjutnya lebih merupakan perjuangan mempertahankan “harga diri” bagi Sonny hehehehe. Jatuh, tergelincir, terjengkang, saling timpa, saling tubruk mewarnai perjalanan selanjutnya . Hiking kali ini lebih merupakan ujian mental yang membutuhkan team work. Walau begitu gelak tawa selalu mengiringi, saat itu kami merasa menjadi kelompok bermain di alam bebas.

“pain is temporary pride is forever” celetuk kawan Bhar2 salah satu anggota komunitas District One kepada Sonny yang saat itu telah bermandikan lumpur…yang disambut gelak tawa..”Menang atau dibully di sosmed” tukas Sonny sambil terbahak…

Hari sudah mulai sore saat akhirnya kami rombongan kedua tiba di lokasi curug. Sonny yang saat itu lebih menyerupai “kue lumpur” tiba disambut oleh sang istri dengan rasa khawatir…”Inilah hidup, kalo kita menjalani dengan sungguh-sungguh, maka kita akan mencapai yang kita inginkan” Ujar Sonny sesumbar yang disambut gelak tawa peserta rombongan…

Nasi liwet dan kopi lahang pun yang disediakan Pa Rosyid dan Pa Aceng pemilik warung sekaligus kuncen di sekitar curug Cibareubeuy menyambut kami, memberikan semangat dan energy yang baru setelah berjibaku dengan jalur penuh lumpur…