Dua bulan menjelang ospek tahun ajaran baru, persiapan ke arah itu sudah dimulai dari pembentukan panitia hingga latihan-latihannya. Namun sayang kala itu jarang anggota PLW yg terlibat, karena sejak beres UAS, legiuner petualang sudah ancang-ancang menuju tempat petualangannya. Amat jarang mereka terlibat dalam panitia ospek pusat. Inilah yang menyebabkan mereka kurang punya chemistry dengan kepanitian ospek pusat. Beda dengan kepanitian Dies, banyak yang aktif disini.
Memangnya kenapa kalau tidak punya chemistry? Begini, selama ngampus di DU hanya beberapa unit kegiatan mahasiswa saja yang cukup militan untuk 24 jam stanby di kampus. Ada atau tidak ada kegiatan. Yang paling sering adalah Palawa, Lises, dan GSSTF. Juga ada unit Menwa yang keberadaannya terisolir dari UKM sehingga kurang gaul. Merekalah yang bisa disebut macan kampus DU.
Menjelang ospek tiba-tiba suasana DU riuh-rendah oleh panitia dadakan yang berlatih mengarahkan mahasiswa baru kelak. Tentu suasana tenang adem ayem ini berubah. Ketenangan untuk nongkrong hampir tak ada sejak lapang parkir tengah disesaki panitia ospek. Sebetulnya sebulan pertama tak masalah karena para petualang pun tak ada ditempat, mereka sedang melanglangbuana ke pelosok. Namun setelah mereka kembali dari hening pegunungan, suasana hingar bingar menjelang masuknya mahasiswa baru terasa asing.
“Eta nu latihan gogorowokan wae nya..” keluh Kuphil.
“Teu bisa di tempat lain kitu..” harap Bar.
Namun mereka sadar itu adalah bagian dari kehidupan kemahasiswaan, hanya saja kesan seperti memiliki kampus terasa kurang sreg. Banyak diantara mereka yang sebelumnya tak pernah menginjak kampus DU seperti mendadak punya otoritas. Unit-unit lain tampaknya tak terlalu mempermasalahkan bahkan ikut larut dalam kepanitiaan. Namun para petualang yang baru pulang dari medan perang, tak bisa tidur siang.
“Asa we nu boga kampus..” gumam Dodi melihat tatib-tatib berlatih hingga malam,”alus sih latihan..ngan gandeng.”
Mungkin itu salahsatu faktor yang membuat mereka tak memiliki chemistry dengan panitia ospek. Selain fakta bahwa mereka memiliki masalah dengan berbagai aturan dan otoritas. Kebebasan adalah salahsatu filosofi mereka, tak banyak yang kagum pada beragam bentuk aturan kala masih maba dulu.
“Di kampus mah teu kudu loba diatur-atur ceuk urang mah,” ujar Akuy yang menjunjung tinggi asas kebebasan,”mesina di leuweung.. kudu disiplin.”
Kala pengenalan unit, kampus dinyatakan steril dari rokok bagi mahasiswa baru. Para macan kampus terusik kembali, memang aturan ini hanya untuk maba, tetapi itu seperti melangkahi teritori mereka.
“Aturan timana eta?” sungut Terra berang.
“Geus lah teu kudu diturut..ngalepus mah bebas we” ujar Wawan kalem. Aya nu macem-macem mah ku aing, pikirnya.
Maka hanya stan Palawa yang memasang zona bebas merokok bagi mahasiswa baru. Kelihatannya seperti secuil bentuk arogansi, namun didalamnya ada misi balancing bahwa kala ospek pun panitia, tatib atau siapapun tetap tak bisa berbuat sekehendaknya di kampus DU. Terserah saja bila di tempat lain. Ada kemandirian sikap, yang membuat PLW berbeda dengan unit lain.
“Tah ieu aya geuning stan nu meunang udud,” pikir Ary seorang maba PAAP angkatan ’93 dengan mata berbinar-binar. Segera saja stan di ruang B kala itu dipenuhi maba yang ingin merokok. Kelak Ary daftar juga diklat karena jatuh cinta pada zona bebas rokok ini. Gelo, nikmat pisan udud bari dipelongkeun tatib, pikir Ary sambil melepus Marlboro-nya dalam-dalam. Pedo elem ieu mah, syukurnya dalam hati.
“Bade kang..mangga?” ia menawarkan rokoknya dengan santun ke Terra.
“Oya makasih..ayo yang mau merokok boleh disini..bebas saja,” undang Terra santai. Mayan pan urang jadi boga udud, pikirnya senang. Para panitia gerah, hanya bisa mengadu kepada tatib dan komandan lapangan.
“Itu gimana ceritanya..boleh merokok maba?” mereka saling bergumam.
“Kan sudah ada aturannya dilarang merokok..gimana sih ini..”
Tapi yang menjadi tempat mengadu tak bisa berbuat apa-apa, “Iya..tapi…gimana ya..” semua garuk-garuk kepala, tak ada yang berani menegur sosok Cong Li yang berjaga di depan pintu ruang B. Melihat ada tatib yang pulang anting, Wawan menyapa.
“Ada masalah?” tanya Wawan yang baru pulang dari gunung Tambora dengan nada berat. Terdengar seperti harimau yang menggeram bagi tatib.
“Ti..tidak kang..punten..punten..” buru-buru mereka balik kanan. Mengerikan gitu suaranya juga, pikir mereka langsung ngacir. Padahal Wawan sedang bermain watak. Sejak itu, dalam ospek maba di DU zona bebas merokok di stan Palawa seolah menjadi protap. Sementara ketiadaan chemistry itu tetap berlanjut, menyuburkan friksi yang sewaktu-waktu bisa menimbulkan korsleting.