The Expendables : Brigade Lawas yang (Masih) Lapar Petualangan

https://youtu.be/zngu5MqNX5M?si=nfeMtn1e-bPA6Baj
 
Don’t send a boy to do a man’s job
 

Memasuki milenium baru di tahun 2000, bisa dikatakan legiuner petualang paling militan di kampus DU sudah hampir tak bersisa. Hanya tinggal segelintir dari beberapa angkatan terakhir yang bertahan, itu pun tak lama lagi harus angkat kaki karena sekretariat akan segera digusur. Bedol desa ke kampus Jatinangor.

Exodus para petualang sebetulnya sudah dimulai sejak beberapa tahun sebelumnya karena mulai 1996 sudah ada yang lulus kuliah. Mereka masih bertahan di kampus namun statusnya sudah tak mahasiswa lagi. Lalu tahun-tahun berikutnya satu persatu tersapu gelombang wisuda, suka atau tidak suka harus keluar dari habitat kampus. Dunia petualangan seperti terenggut dari jiwa, apalagi masih banyak obsesi belum teraba. Masing-masing terlempar keluar dari habitatnya, terbuang dari kumpulannya. Seperti puisinya Chairil Anwar, ..”Aku ini binatang jalang, dari kumpulannya terbuang…'”

Ada yang bilang bahwa setiap generasi punya signature -ciri khasnya- masing-masing. Ada karakter dominan selama satu dasawarsa itu yang berbeda dari generasi sebelum dan sesudahnya. Beragam kondisi di tahun 90-an telah membentuk mereka dengan segala suka dan dukanya. Banyak luka berderai airmata, beragam canda berderai tawa. Waktu satu dasawarsa menempa mereka seperti pandai besi membentuk senjata. Kini signature generasi itu sudah terbangun dalam sebuah karakter yang identik. Generasi yang lapar petualangan, militan, independen, dan lulus dengan penasaran. Beragam kombinasi bahan yang cocok untuk membuat bom waktu di masa depan.

Y2K menghantam generasi ’90 ini hingga tercerai berai ke pelosok negeri, dari pedalaman hutan hingga kota metropolis. Gen-gen liar itupun tertidur, terlelap dibuai alam kedewasaan. Mereka bekerja, berumahtangga, mencoba menjadi seperti orang-orang kebanyakan. Namun DNA haus petualangan dalam darah mereka tak berhenti meronta.

Setiap orang seperti magnet yang menarik lainnya, dan sekitar tahun 2007 kala media sosial mulai menghubungkan satu sama lain gen liar itu kembali terhuyung bangun. Seperti beruang garang yang sempoyongan setelah hibernasi. Hanya satu yang terpikiran oleh mereka yaitu makan, mengisi perut. Dan bagi mereka rasa keroncongan itu adalah rasa lapar akan petualangan, yang bukan sekedar petualangan biasa. Mereka bukan ingin berorganisasi seperti dulu, melainkan ingin beraksi dalam petualangan-petualangan sekelas ekspedisi.

Setelah terbangun dan bernostalgia, ide-ide petualangan segera membiak. Namun mereka jarang menemukan sambungannya di generasi yang baru; ide-ide petualangan yang besar, yang melompat kedepan, yang liar. Mereka harus menengok ke generasinya untuk kembali mewujudkannya, berkumpul dengan para kamerad lama demi mengganjal rasa lapar akan adrenalin itu. Dan disanalah, ide-ide yang liar itu bisa subur membiak dan terwujud. Hingga rasa lapar itu hilang.

Sejak bangkit dari kubur di tahun 2007 (lihat  The Boys Are Back)  )mereka kembali berkiprah dalam petualangan besar seperti ekspedisi pulau terluar Natuna, Kinabalu, Fansipan, Laos, Nepal lalu blusukan di Indochina hingga sekarang. Namun kegelisahan itu tampaknya belum akan terhenti dalam waktu dekat, masih ada ekspedisi Myanmar yang sedang progress. Entah apa setelah itu.

Kini memang kehandalan fisik mereka sudah jauh berkurang bahkan hampir habis, namun sekarang bukan itu yang diandalkan. Kedewasaan dan kematanganlah yang akan memimpin di depan. Kelak bila rasa lapar itu telah surut, setiap orang akan kembali berhibernasi, mungkin untuk terakhirkalinya. Namun bukan kali ini, belum saatnya.