Sejak aktif di kegiatan mahasiswa pecinta alam PALAWA UNPAD mulai tahun 1992 saya sudah berkeinginan untuk bisa terbang, namun karena tidak punya modal keinginan itu hanya jadi hasrat terpendam yang bisa terhibur oleh tembang favorit “Looking for Space”nya John Denver dengan lantunan liriknya “….Sometimes I fly like an eagle, like an eagle, I go flying high, ooh ….”
Aktivitas terbang baru terwujud setelah bekerja dan mampu membeli sendiri peralatannya, sampai akhirnya pada bulan Februari 2014 saya mengalami kecelakaan terbang Paramotor (istilah lain : “Power Paragliding” yaitu olahraga terbang layang menggunakan parasut paragliding dengan tenaga dorong mesin berbaling-baling yang dipanggul di punggung pilotnya, sehingga pilot bisa terbang dengan cara take off dan landing seperti pesawat terbang, namun landing gearnya menggunakan kaki dan berlari) di flying field Harapan Indah Bekasi mengakibatkan cedera patah kaki kiri tulang fibula dan tibia sehingga dioperasi pasang pen dan opname 6 hari di rumah sakit, alhasil selama 18 bulan aktivitas terbang terhenti karena pemulihan cedera diantaranya 12 bulan harus berjalan menggunakan tongkat. namun teriakan “tetap semangat” selama di PALAWA membuat jiwa saya terus memprovokasi nalar supaya jangan kapok dan kembali terbang.
Sampai akhirnya kepercayaan diri terhadap pemulihan kaki kiri yang patah mulai membaik setelah saya ujicoba dengan mendaki gunung Gede bersama PALAWA walaupun sempat bengkak 2 hari setelah pendakian. Sejak itu saya mulai turun lagi ke flying field Harapan Indah Bekasi untuk latihan mengembalikan insting dan skill terbang mulai dari ground handling dan akhirnya sudah kembali terbang walaupun baru bisa dengan cara terbang tandem (terbang berdua) menggunakan Paratrike bersama pak Anwar Soerjomataram salah satu pioner Paramotor di Indonesia sekaligus instruktur saya.
Rupanya Pak Anwar melihat hasrat terbang telah kembali “normal”, hingga suatu hari di awal bulan Oktober 2015 mengirim SMS kepada saya “kang nanti pertengahan november terbang Paramotor di selat bali, akang kalo bisa ikut ya”, yang tanpa pikir panjang langsung saya jawab “Siap … dengan siapa aja terbangnya pak ?” dijawab “ya kalo akang ikut mungkin kita berdua aja yang terbang”. Busyet deh cuma berdua ? langsung saya tersadar keinginan yang menggebu-gebu untuk terbang solo (terbang sendiri) menggunakan Paramotor ternyata belum diimbangi dengan kesiapan terbang solo setelah 18 bulan off. Sementara Pak Anwar sudah menentukan jadwal terbang selat bali tanggal 14-15 November, maka OK deh ‘show must go on’ dibarengi nalar yang berputar-putar berkata inilah momentum saya untuk kembali terbang solo Paramotor.
Menghadapi rencana terbang selat bali, maka intensitas persiapan langsung saya tingkatkan, cek parasut dan service rangka mesin Paramotor yang rusak, sedangkan sparepart yang tidak dapat diperbaiki seperti propeller, hang point/distance bar harus diganti baru dengan membeli online ke produsennya di italy. Untuk latihan terbang solo mulai dilakukan hari Sabtu tgl 31 Oktober tetapi tidak gagal terbang karena masih perlu setting mesin, hari minggu 1 November bisa terbang 2 sortie masing-masing durasi +- 10 menit itupun dengan cuaca dan angin diatas yang kuat membuat Paramotor “goyang” di udara menimbulkan ketegangan psikis yang berlebihan (“sedikit panik” ) karena terlintas bayangan kecelakaan, hingga pada saat landing 2 kali tersungkur waktu menjejakan kaki di tanah.
Hasil latihan 2 kali tersungkur saat landing terus membayangi pikiran dan menimbulkan trauma kecelakaan yang terjadi di tempat ini, hingga membuat saya mangkir latihan tanggal 7 dan 8 November dengan tujuan relaksasi psikis maka saya pergi ke bandung untuk konkow2 bersama saudara di PALAWA dan mengikuti Geotrack ke Gua Pawon. Namun ternyata trauma itu belum hilang bahkan mental semakin drop karena muncul keraguan dan kekhawatiran nyemplung ke laut hingga saya tidak bisa tidur karena membayangkannya. Akhirnya hari Selasa 10 November saya menghubungi Pak Anwar dan terus terang “Pak, saya ga jadi ikut terbang selat bali, mental saya belum siap untuk terbang diatas laut”. Selanjutnya saya kontak Kang Asnur (SH) untuk konfirmasi akan bergabung dalam eksplorasi gua Sanghyang Tikoro tanggal 14-15 November.
Rupanya Pak Anwar menyikapi secara bijak ketidaksiapan mental saya, kemudian mengirim lagi SMS “Kang, terbang selat bali diundur jadi tanggal 21-22 November, kalo akang mau ikut masih ada waktu untuk latihan lagi”. SMS itu bagai dorongan moril bagi saya untuk membangkitkan kembali mental yang nge-drop, maka pada hari sabtu minggu 14-15 November itu saya batalkan ke Sanghyang Tikoro dan kembali berkutat di flying field Harapan Indah, latihan dan berhasil terbang sebanyak 6 sortie masing-masing durasi 15 menit dengan hasil Take off OK dan Landing OK. Setelah itu saya dengan yakin berkata kepada pak Anwar “OK Pak saya siap terbang selat bali” yang disambut dengan jabat tangan erat dan tepukan kuat ke bahu saya oleh Pak Anwar (bersambung).