Great things are done when men and mountains meet. William Blake
Gunung Fansipan (3 143 mdpl) atau Phan Xi Pang dalam bahasa Vietnam adalah gunung yang tertinggi di kawasan Indochina sehingga dijuluki “Atap Indochina”. Gunung ini terletak di provinsi Lao Cai di Vietnam Northwest yang berbatasan dengan Cina. Dengan topografi yang bervariasi, wilayah tersebut memiliki sistem ekologi yang sangat beragam. Ada hampir 3.000 jenis keluarga pohon – pohonan dan tanaman yaitu mencakup sebanyak 20% dari flora yang ditemui di seluruh Vietnam.
Pegunungan Hong Lien
Cagar Alam pegunungan Hoang Lien mengalami musim hujan dari Mei hingga September, dengan curah hujan terbesar terjadi pada bulan Juli dan Agustus. Rata-rata curah hujan tahunan adalah 2.763 dengan tinggi 4.023 mm dan 2.064 mm rendah, mm. Kelembaban berkisar antara 75-91 persen dengan rata-rata tahunan 86 persen.
Iklim pegunungan Hoang Lien yang bervariasi adalah unik Vietnam. Sangat musiman, dengan iklim subtropis di musim panas dan iklim yang hangat selama musim dingin. Rata-rata suhu tahunan di desa Sa Pa yang merupakan desa terakhir sebelum mendaki Fansipan 15,4° C, dengan maksimum 29,4° C dan minimum 1° C. Paling hangat adalah bulan Juli dan Agustus, dan bulan terdingin adalah Desember dan Januari. Sewaktu-waktu salju bisa turun di puncak tertinggi kala cuaca paling dingin.
Pendakian akan dimulai dari pintu masuk hutan Ton Tram, yang terletak 1.700 m di atas permukaan laut. Di kawasan ini masih didapati hutan purba tropis dengan dua lapisan khusus pohon usia-tua dan muda yang merupakan rumah bagi berbagai jenis bunga rhododendron yang mekar sepanjang tahun, dengan masing-masing spesies mekar selama beberapa minggu. Kala musim bunga maka hutan akan tampak bagai ditutupi sutra yang berwarna-warni.
Reuni old crack
Bukan pertamakalinya saya mendaki sebuah gunung. Namun yang membuat tour of duty di tahun 2011 ini terasa berbeda adalah aroma reuni dari para old crack yang bisa dikatakan sudah lama pensiun dari dunia pendakian gunung. Terakhir kali bahu membahu dalam melakukan pendakian ke final frontier seperti gunung Raung, Slamet dan Latimojong itu sudah lebih dari lima belas tahun yang lalu saat kondisi fisik semua sedang sempurna-sempurnanya dan adrenalin sedang dalam bertengger dalam tensinya yang paling tinggi.
Ini seperti momen yang saya tunggu-tunggu sejak surut dari kegiatan petualangan di kampus lima belas tahun lalu. Seperti kala kita sedang menunggu kedatangan jadwal kereta yang terakhir di stasiun. Kereta terakhir itu akan membawa saya ke tempat tujuan dan disaat kereta tiba akan ada rekan-rekan terbaik saya di dalam gerbongnya. Bersama mereka saya akan melakukan ekspedisi sekali lagi. All for one and one for all…sekali lagi.
Namun kini jelas tubuh tak lagi kuat memikul carrier sekelas Karrimor Condor kapasitas 90 liter yang dulu kerap kami pakai selama berhari-hari. Insting di pegunungan pun sudah memudar. Sementara badan kini semakin cengeng pada hawa menusuk dan guyuran hujan. Maka petualangan kali ini akan lebih merupakan sebuah perjalanan “spiritual”.