Sesaat memasuki kawasan hutan Cibodas, kami ditanya seorang penjaga ticket,,,”ka curug cibodas kang?”, “sanes kang,bade ka curug Luhur” jawab saya. “Curug Luhur??!!” sambungnya kaget.
Memang di kawasan itu sedang booming orang mengunjungi curug Cibodas, sebuah air terjun yg baru dibuka untuk wisatawan yg dikelola oleh perkumpulan petani kopi.
Jadi wajarlah jika pak penjaga tiket kaget ketika menanyakan tujuan kami, curug Luhur yg tidak mereka populerkan, karena selain lokasinya lebih jauh, di atas curug Cibodas, konon curug itu ditutup untuk umum karena pernah digunakan untuk pesugihan.
“Kade kang aya barong” ujar salah seorang penduduk yg mengistilahkan harimau sbg barong, atau mungkin harimau jadi2 an. “Muhun kang” jawab kami sambil terus berlalu sesaat setelah sepeminuman kopi di warung mereka.
Memang perjalanan menuju curug Luhur agak lebih jauh dan sedikit lebih alami daripada curug Cibodas yang kekinian dan menurut penduduk punya nama lain, yaitu curug Belarosa,,,seperti judul telenovela,,,”sugan tina kata bela negara” seloroh Gatot Cahyanto rekan kami,,,”enya boa basa spanyol nya ” sambung saya.
Setelah melalui rerimbunan pohon dan dua kali menyeberangi sungai, akhirnya kami tiba di curug Luhur yang eksotis, anggun diantara belantara pohon. (Baiz)