Menggapai Atap Sumatera

206210_1015751566844_945_nTaman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang memiliki luas sekitar 1,4 juta hektar terletak dalam beberapa propinsi, yaitu Jambi, Sumatera Barat, Bengkulu dan Sumatera Selatan. Di kawasan ini terdapat bunga Rafflesia arnoldi  yang merupakan bunga terbesar di dunia. Di sekitar gunung Kerinci juga masih kental cerita misteri tentang “orang pendek”, yang ditengarai memiliki tinggi tak sampai 1 meter dengan bulu lebat.

Bulan Maret 1995 barangkali bukan saat yang tepat menikmati keindahan pemandangan di puncak gunung Kerinci (3.805 meter dpl). Pada waktu itu kabut yang bergumpal-gumpal meliputi gunung Kerinci dan cuaca berhujan belum reda di kawasan ini. Namun siapa peduli? Wawan, Bar dan Bobby memanfaatkan sisa hari libur yang sempit setelah Lebaran untuk menggapai pencakar langit pulau Sumatera ini.

“Batan cengo di sekret mening naek gunung,” mulanya Wawan menawarkan ide mengisi libur.

“Naek gunung kamana..?” tanya Bar

“Acan pernah ka Sumatera urang mah..”  ujar Bobby.

“Gunung Kerinci we atap pulau Sumatera,” ujar Bar yang terobsesi seven summits nusantara.

Selang dua hari kemudian mereka sudah dalam perjalanan menuju Jambi. Suasana masih dalam eforia arus balik lebaran, mereka terpaksa gonta-ganti bis dan berdesakan dengan pemudik.

Jalur pendakian gunung Kerinci terletak di desa Kersik Tuo, sekitar 50 kilometer sebelah Utara dari Sungai Penuh, Jambi. Di desa sudah terdapat penginapan-penginapan yang cukup nyaman dan terjangkau bagi para wisatawan maupun pendaki untuk beristirahat menikmati suasana pegunungan. Di kawasan ini terdapat perkebunan teh Kayu Aro yang luas dan disebut-sebut sebagai salah satu penghasil jenis teh terbaik di dunia.

Karena cuaca yang selalu basah, tak banyak pandangan dapat dilayangkan selama perjalanan. Jurang di sisi kiri jalur pendakian tak luput diselimuti kabut yang enggan menyingkir. Maka tak banyak yang dapat disaksikan saat itu di puncak Kerinci, selain triangulasi yang menandakan sudah berdiri di atap pulau Sumatera. Pagi tanggal 14 Maret 1995 mereka tiba di atap pulau Sumatera ini berharap bisa mengabadikan pemandangan puncak. Namun hujan gerimis tampak aka membesar dan angin makin bergemuruh di sisi-sisi jurang hingga tak memberi mereka banyak waktu di puncak,  ketiganya segera turun menghindari cuaca pagi yang lebih ekstrim. Safety first.