“Kado” Bisa Berenang dari Palawa

26985_1285870661040_7711105_n
by Riza Fahriza

Sebelumnya pertama-tama, saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada PALAWA UNPAD karena dari perhimpunan tercinta ini saya bisa belajar berenang meski tahap awal gaya anjing setelah sebelumnya “nyaris desersi” dari Diklatdas PALAWA UNPAD saat penyeberangan di Situ Patenggang.
Siapakah yang mengajarkan berenang itu, yakni tidak lain adalah Kang Diki alias Kewoy, saya patut berterima kasih juga kepada sosok Diki yang telah dengan telaten mengajarkan nekad nyemplung di kolam renang sedalam lima meter di Karang Setra, Sukajadi, Kota Bandung atau kalau dari Kampus DU tinggal naek angkot ke Gasibu terus disambung make jurusan Cicaheum-Ledeng.
Tepatnya pada tahun 1999, kalau waktu pastinya saya sudah lupa lagi, tapi yang jelas itu bagian dari tim ekspedisi Himalaya. Dan renang menjadi bagian dari latihan atlet guna meningkatkan V02MAX ceunah.
Sebelumnya, saya mengaku tidak malu untuk mengatakan tidak bisa berenang ini, ketimbang jadi “legend” teriakan “Mama Papa” saat penyeberangan itu. Tokh tidak ada salahnya seseorang belajar dari kesalahan untuk menjadi bisa. Ingat ala bisa karena biasa, biasa karena bisa.
Bagaimanakah caranya Kang Diki mengajarkan renang itu, yakni, dengan melemparkan jam tangan saya yang bermerk Casio warna hitam ke tengah kolam renang tersebut.
Saat itu, pengelola kolam renang setempat sudah akan menutup usahanya itu, tentunya saya panik dan harus meraih jam tangan itu ketimbang raib apalagi harga jam tangan itu lumayanlah bagi kantong saya.
Eh Kang Diki, dia hanya senyum2 dan bersiap2 cabut, tentunya sayapun panik bari keuheul. “Dik, kumaha uy jam urang,” kataku sedikit menghiba. Dalam hatiku ada kekesalan juga, “Kejam sekali dikau (Diki),”
“Nya teuing atuh,” ungkapnya sambil berlalu, sembari ia menambahkan cokot we sorangan…kejam pisan uy….huhuhuhuhu.
Sayapun dengan pelan-pelan turun ke air yang mulai terasa dingin, dengan sedikit dagdigdug sambil memegang titian besi yang berwarna silver itu. Hup…nyelam sekali teu neupi keneh.
Dicobaan dua kali, nekad sakalian nyelam maksakeun nahan nafas eh ternyata mengambang juga hingga akhirnya jam itu berhasil teraih tapi saya menjadi penasaran cobaan ngajleng deui, eh berhasill…berhasil (siga dina film Dora).
Maaf setelah itu, saya rada lumayan bisa berenang dan saat ini semakin bertambah gayanya menjadi gaya bebas ok, gaya kupu2 ok, gaya kodok ok. Selamat tinggal gaya batu.
Kalau gak percaya boleh diteslah, saya sekarang bisa berenang gaya bebas pulang pergi —teu nanaonnya sombong saeutik— tina kolam internasional hehehehe….
Nuhun Kang Diki ah, dikau pengajar yang baik mudah-mudahan kebaikanmu itu dibales oleh Allah SWT…amin.
Ya sedikit bocoran kenapa saya berteriak mama papa saat penyeberangan, itu tidak lain untuk menambah spirit jadi bukan saya panik—bisa ngelesna nya—.
“Ya tuan 007, siap berenang,” kata pelatih saat Diklatdas dengan materi penyeberangan survival yang saat itu tidak lain dari Kang Bobby —suerrrr pokokna mah keeung we ningali bengeut Kang Bobby teh jeung buug jabrigna, punteun ah piss disebut namina—.
Sebelumnya saya hendak kabur dengan berbicara lirih kepada Esar dan Erwin dimana saya ketahui juga mereka tidak bisa berenang saat materi survival itu. “Win urang mengundurkan diri yu,” kataku cemas.
Erwin pun hanya mengiyakan tapi saat itu dia bersikap jaim mereun ka urang teh, demikian pula dengan Esar berlagak siga bisa wae ngojay…hahahahaha…sori lur disebut namina teu nanaonnya ambeh kapilm tina cerita ieu.
Kembali Kang Bobby menanyakan itu lagi. Tentunya sayapun menyatakan siap saja…
Pas mulai renang survival saya masih bisa mengendalikan eta ransel nu jadi pelampung tapi eh naha muter deui barulah saya ingat ortu yang baik hati itu.
Teriakan mama dan papa bergema di seantero Situ Patenggang, sampai-sampai burung-burungpun menampakan kesedihan dan macan kumbangpun turun dari dahan untuk menyaksikan perjuangan seorang pemuda yang bertaruh antara hidup matinya itu.
“Mama Papa,” berulang-ulang suara itu untung saja saya tidak meneriakan “Eyang tulungan abdi,”.
Sayapun dipaksa untuk nyemplung saya pun enggan dan tidak mau beresiko, hingga akhirnya saya dikasih bonus memegang tali perahu. Tapi kacaunya muka saya disiram-siram air —ih kejam sekali saat itu pelatihnya…seremmmm…—.
Terus muka terasa panas terkena gepuk ong, oh mama oh papa kejam sekali dunia ini…
Walhasil saya pun berhasil tiba di seberang —tapi bukan berhasil berenang sendiri melainkan dengan memegang tali perahu—.
Sesampainya di daratan, kembali saya kena tambling dan gepuk kembali —oh kejamnya dikau tatib, kalo tidak salah saat itu adalah Kang Ayung betul tidak ya, tapi saya lupa2 ingat lagi maklum lagi di dunia lain, oh my god—.
Sedikit ada cerita lagi soal perairan, yakni saat pendataan sungai Cimanuk, sayapun sempat menghilang di dalam air kecoklatan itu hingga rekan-rekan pada panik salah satunya adalah tidak lain Olive, dia orang baik hati suka memberi ransum gratis di Cipaganti, kembali saya mengatakan kebaikanmu nanti akan dibalas oleh Allah SWT…Aminnn.
“Ajo mana, ajo mana,” katanya berteriak melengking seperti Nicky Astria. Ini kata orang-orang, karena saya sendiri tengah di dasar sungai. Tahukah pembaca, di dasar sungai itu saya sama sekali tidak mengatakan bacaan dzikir melainkan hanya mengatakan “paeh aing, paeh aing,”.
Mungkin saya saat itu masih congkak dan bertabur dengan duniawi hingga mengatakan paeh aing, paeh aing. Tapi kalau sekarang Insya Allah saya akan menyebut-nyebut nama Allah SWT, sekarang saya sudah insyaf —mudah-mudahan Eris sama kayak saya juga ya, tp saya sudah melihat dengan mata telanjang kalau Eris saat ini sudah giat dalam beribadah…Alhamdulillah mudah-mudahan saterusnya ya Lur—.
Hingga sekali lagi, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada PALAWA UNPAD yang telah berhasil melatih saya berenang hingga saya menjadi bisa seperti ini.
Terus terang sejak kecil saya sudah bisa berenang tapi gaya batu, tapi sekarang udah bisa gaya bebas, gaya dada, gaya kodok, gaya kupu2, tapi tentunya tidak bisa menjadi atlet renang kayak Richard Sambera.
Sekali lagi nuhun PALAWA UNPAD, nuhun Kang Diki, nuhun ka rekan2 seangkatan yang tidak berhenti memberikan spririt “Ayo…ayo…kamu bisa…Ajo bisa”.