Riak di 3.000 Meter dpl

kalimati

Menggapai puncak-puncak seakan menimbulkan riak pada horizon tipis di ketinggian. Dan yang penting dalam hidup adalah riak-riak itu

 

by Bayu Bhar

Kala mulai larut dalam olahraga mendaki gunung kami amat bersemangat mengejar puncak-puncak  berketinggian di atas 3.000 meter. Pemilihan pendakian gunung berketinggian di atas 3.000 meter di atas permukaan laut (dpl) semata-mata kesadaran bahwa tidak mungkin saya akan dapat mendaki semua gunung di nusantara yang jumlahnya ratusan. Apalah kekuatan saya untuk pergi menjelajahi  seluruh puncak nusantara. Lagipula memangnya saya mahasiswa yang tak ada pekerjaan lain selain mendaki gunung? Dan tentu saja petualangan itu bukan hanya pendakian gunung, banyak arena menantang lainnya seperti rafting, caving atau jungle treking. Maka saya mencoba menyederhanakan pilihan dengan memilih kategori gunung yang bertaburan di nusantara ini.

 

Memang fakta tak terbantahkan bahwa medan petualangan gunung tak bisa dikategorikan sesederhana ketinggiannya. Medan petualangan di beberapa gunung yang berketinggian dibawah 3.000 meter dpl jauh lebih ekstrim. Beberapa gunung yang berketinggian  dibawah 3000 meter dpl bahkan memiliki trek pendakian yang lebih panjang karena awal pendakian dimulai di dataran rendah atau pesisir pantai.  Saya sependapat, namun tak mampu mengenyampingkan romantisme puncak-puncak berketinggian 3.000 meter dpl.

Tak berarti gunung berketinggian di bawah 3.000 meter dpl menjadi kurang menarik atau  tidak menantang. Berapapun ketinggiannya gunung merupakan monster alam yang terlelap, bagaimanapun konturnya akan mengancam keselamatan setiap pendaki yang kurang waspada. Yang paling kawakan sekalipun.

Beberapa gunung yang berketinggian tak sampai 3.000 meter dpl bahkan merupakan pesona yang tak dapat ditolak. Gunung seperti Gede dan Merapi di pulau Jawa, serta Tambora di pulau Sumbawa sudah merupakan ikon pendakian  dimana akan selalu menggoda untuk kembali mengunjunginya.

Sedikitnya ada hampir 40 puncak gunung berketinggian 3.000 meter dpl  bila ingin konsisten mendakinya. Sungguh luar biasa bila ada yang berhasil mendaki seluruhnya. Lalu saya pun mencoba lebih menyederhanakan lagi menjadi puncak-puncak tertinggi tiap provinsi maka didapatlah 27 puncak  gunung- saat itu jumlah provinsi di Indonesia masih 27 buah. Namun menjadi aneh karena di satu provinsi banyak gunung tinggi sementara di provinsi lain hampir bisa dikatakan tak ada gunung yang tingginya mewakili minat awal saya. Bila puncak berketinggian diatas 3.000 meter dpl itu kemudian dikerucutkan menjadi yang tertinggi di provinsinya maka akan didapat 13 puncak gunung di nusantara, namun menjadi bias kategorinya. Di pulau Sumatera misalnya ada empat puncak gunung yaitu Leuseur, Kerinci, Talamau dan Dempo. Nah, mengapa saya mendaki gunung-gunung tersebut dan tidak yang lainnya.

Akhirnya lebih disederhanakan lagi kategorinya sehingga mengerucut menjadi puncak-puncak tertinggi di pulau atau kepulauan yang besar yaitu Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusatenggara, Maluku dan Papua. Maka akan didapatlah tujuh puncak kawasan, tanpa mengesampingkan respek yang besar dan rasa takjub pada setiap gunung berketinggian berapa pun.

Ini mirip seven summits yang mendunia itu, namun  dengan skala lebih kecil yaitu nusantara. Maka kita akan mendapatkan Gunung Semeru di pulau Jawa, Gunung Kerinci di pulau Sumatera, Gunung Kinabalu di pulau Kalimantan, Gunung Rinjani di kepulauan Nusa Tenggara, pegunungan Latimojong di Sulawesi, Gunung Binaiya di kepulauan Maluku, dan Pegunungan Jayawijaya di Papua. Nah, ini cukup sedikit dan sangat sexy.

Pengerucutan ini cukup romantis sekaligus amat menantang. Menuju ke tujuh puncak idaman itulah  perjalanan – perjalanan kami mengerucut, namun pada awalnya tetaplah gunung berketinggian di atas 3.000 meter dpl. Menggapai puncak-puncak itu seakan telah menimbulkan riak pada horizon yang sunyi di ketinggian. Dan yang penting dalam hidup adalah riak-riak itu

Siapa pun bebas memilih pengkategoriannya masing-masing bahkan tak usah ada kategori sama sekali, karena mendaki gunung hanyalah sesederhana mendaki sebuah gunung. Seperti kata Mallory, because it is there. Yang terpenting adalah kita bertanggung jawab atas apa yang kita lakukan. Bila akan mendaki sebuah gunung setidaknya kita berusaha kompeten dalam melakukannya, demikian pula pada arena petualangan yang lainnya.