A good snapshot stops a moment from running away (Eudora Welty).
Salah satu materi dalam masa bimbingan (Mabim) adalah fotografi. Walaupun ini ilmu yang penting untuk dipelajari bagi mereka yang suka bepergian tetapi bukan materi favorit bagi beberapa orang. Bukan apa-apa, bagi mereka malas membayangkan berbagai rumus pemotretan kala tak ada kameranya. Namun bagi sebagian lagi yang mempunyai passion ini sangat menarik untuk didalami. Kamera SLR, shutter speed, focus, diafragma dan lain-lain.. membuat mereka yang tak punya passion sampai di titik nadir konsentrasinya.
“Tunduh urang ngadengekeun na..” bisik Bar kala materi kelas ke rekan disampingnya.
“Sarua urang ge keur sare..kageuingkeun ku maneh..” Wawan gelagapan .” ..keur materi naon ieu teh?”
Setelah sekali ikut materi kelas, yang tak punya minat pada bidang itu tak pernah lagi nongol mengikuti praktek hunting foto. Padahal sebagai pemateri, Tatan Agus RST (GS) sangat bersemangat menurunkan ilmunya kepada para anggota baru. Hunting foto sering dilakukan salahsatunya di Gasibu atau sudut kota lain. Adjat, Luthfi, Firkan, Dodi termasuk yang paling rajin datang.
“Ari nu lain kamarana?” tanya Tatan.
“Wah hese ngajak barudak nu lain kana fotografi mah, kang,” jawab Adjat bernada putus asa.
Sementara yang hunting fotodi Gasibu asyik meng-capture setiap sudut dan momen, di sekretariat para renegade hanya bermalas-malasan sambil ngopi. Menurut mereka, setelah sekali tandatangan absen di kelas teori, gugur sudah kewajiban lainnya. Praktek hunting foto itu cuma sunnah.
“Moal bisa-bisa atuh teu praktek mah ,” ujar Akuy.
“Maneh oge geuning teu milu?” balas Bais. Walau seangkatan diatasnya, Akuy harus mengulang mabim.
“His urang pan mahasiswa FIKOM..fotografi mah diajarkeun di kampus ge,” jawab Akuy dengan senyum penuh kemenangan.
“Da engke mah, Kuy.. kabeh ge digital. Jeprat-jepret mah asal we, engke kari dialus-alus tina komputer..,” ujar Bar visioner. Gelo yeuh si Barbar, pikir Akuy sambil ngelepus rokonya.
Suatu siang yang hangat, kala matahari mulai tergelincir beberapa orang sudah berkumpul di sekret. Bais dan Dudung sebagai kuncen selalu stanby, Firkan baru datang dari Jatinangor, Adjat dari Bukit dago, mereka kelihatan mengelus-ngelus perut. Seperti mau ngutang ke si Abul tukang kueh. Tiba-tiba dua orang mahasiswi mengetuk pintu, menebar wangi parfum dan senyum manis.
“Hai..boleh masuk?” salah seorang bertanya.
“Oh iya silakan..bisa dibantu apa ya?” tanya Adjat berbunga-bunga, “eh ngomong-ngomong jurusan apa?”
“Emm..PAAP…” jawabnya genit “ini..mau cari yang namanya Bayu…ada?”
“Owh..ada dua nama Bayu yang mana ya?”,” balas Firkan tak kalah genit.
“Yang pake kacamata.”
“Oh si Barbar…” gumam Firkan,” memang ada perlu apa?”
“Ini…kita mau belajar fotografi..”
“Oh…”
Firkan dan Adjat berpandangan.
“Katanya dia mo ngajarin fotografi..” lanjut mahasiswi itu manja.
Si gelo.., gumam Adjat mengelus dada, …teu kira-kira ngacapruk teh.