Tak ada fajar tanpa perjalanan malam ~ 9 derajat celcius, menuju leuweung tengah.
by Dodi Rokhdian
Terlalu merasa jumawa, leuweung tengah memberi pelajarannya : jangan anggap remeh. Merasa hapal rute ke leuweung tengah lalu kami berjalan malam. Kemudian kami tersesat, masuk rawa, terperosok hingga sedada. Kami pun dibuat disorientasi, akhirnya kami pilih balik ke warung2 aki wira di ranca upas. Sepatu rekan dari luar negeri merek trezeta dari eropa timur jebol menjadi tumbal rawa ranca upas. #Watir
Setelah sesat di leuweung tengah dengan kelompok pertama, saya putuskan coba lagi menuju lokasi dengan rombong baru. Kami jalan masuk kembali, sayang disayang kami terlalu ke kiri terbawa punggungan 2020 Mdpl. Hingga ke puncaknya, lalu turunin itu punggungannya. Alhasil kami melenceng kembali tapi ke arah ranca walini, yang banyak cottage dan villa. Untungnya seorang rekan Olivia Damayanti menyewa satu cottage dan kita merapat ke dia. Tersesat kembali, tapi di tempat yang tepat. Paginya kami coba lagi.
Akhirnya photo dari “tongsis” – sepotong biar eksis – milik Olivia Damayanti ini menceritakan suasana ritual mudik tahunan di leuweung tengah : kawasan lembah yang terkurung punggung tiga gunung. Keluarga besar kami punya tempat khusus untuk “pulang” : Gunung Hutan tempat kita berlatih bersama. #TikusrukDiRawa
Sebagian besar saudara baruku angkatan ke-30 ini mengaku diijinkan orang tuanya untuk bergabung dengan kami agar paham falsafah dan ilmu yang benar dalam kegiatan alam bebas. Saya hanya menemani mereka dari ranca upas hingga Gunung Patuha. 3 hari 2 malam tak mandi kurang tidur. Saat pelantikannya saya tak bisa menghadirinya, karena mesti nengok si mamah di rumah Bandung. Walau begitu, saya ingin mengucap selamat datang di persaudaraan . Selamat bergabung dan menjadi bagian persaudaraan kami wahai Palawa Muda
Jayalah petualangan.