Letusan Bromo dan Goyangan Bu Eko

Hawa dingin yang genit menggigit tak menghalangi  Bar, Dodi dan Gatot untuk berkeliling mencari tempat menginap di kaki Bromo. Sengaja mereka datang ke Bromo pada bulan Desember 2010 itu karena memang sedang meletus. Bukan mau penelitian tapi karena mau bertualang disaat sedang cekak.

“Murah sigana keur eweuh turis mah” kata Dodi yang siap mengeluarkan dua ajian kanuragan andalannya bila budget tidak cukup : darmaji dan matigeni.

Sebagai pasukan berani mati tapi takut lapar, mereka tak gentar pada letusan Bromo. Lebih takut isi dompet tertumpas di warung.

Kabut tebal serta cuaca muram menemani sepanjang perjalanan ke desa, berbekal sarung bag ketiganya berjalan diantara kabut mencari homestay. Angin dingin nakal mencubit paha, menyelinap masuk dari saku celana yang bolong.

“Sajam deui teu manggih penginapan bisa frostbite ieu mah..” keluh Gatot mengusap pahanya mulai nyut-nyutan.


Beruntung tak makan waktu lama mereka menemukannya. Gatot pun tak jadi frostbite. Homestay harganya cukup murah bahkan dibawah budget mereka. Artinya dompet mereka juga aman dari frostbite sampai beberapa hari kedepan.

Erupsi Gunung Bromo 2010
Erupsi Gunung Bromo tahun 2010

Entah apa nama homestay nya tapi yang empunya sebut saja namanya pak Eko. Sosok kurus paruh baya namun masih getol bekerja tani.

“Tapi saya sering ke kebun, nanti penjenengan dibantu si mbok saja,” pesannya. Lalu sosok pak Eko ini pun hilang ditelan kabut. Kembali mencangkul di kebun maksudnya, bukan moksa ke nirwana.

Bu Eko berbadan sintal pantatnya bulat seperti bulan, rajin menyapu halaman homestay. Bila menyapu, pantatnya bergoyang hebat. Ke kiri ke kanan, atas bawah, depan dan belakang. Melihatnya Dodi jadi pusing, Gatot dibuat nanar, Bar kleyengan.

“Duh jadi kentang kieu mah,” keluh Bar.

Bu Eko merasa diperhatikan semakin ganas goyangannya. Inul Daratista pun seperti dua liga dibawahnya. Pinggulnya makin meliuk lincah bagai ajian srigunting dan berdebam menghantam bagai waringin sungsang. Glek.. ketiganya menelan ludah.

Begitulah selama tiga hari mereka diteror oleh goyang kiri kanan bu Eko. Membuat gentar dan gemetar lebih-lebih dari sekedar letusan Bromo.

“Pantes pa Eko begang kitu nya…” gumam mereka.

Begitulah. Masuuk, pa Eko.