Tak ada yang lebih menyedihkan dalam sebuah petualangan selain rasa getir akan musibah yang menimpa rekan seiring. Di awal umur petualangan, kami merasakan kegetiran yang mendalam ketika seorang siswa diklat roboh selepas long march dari gunung Burangrang, tepatnya di daerah Cijanggel.
Saat itu tak ada lagi yang dapat lagi kami lakukan selain mengevakuasinya ke Rumah Sakit terdekat. Tuhan mentakdirkan lain saat itu, dua hari kemudian ia dipanggil dalam usia yang teramat muda. Mungkin sekitar 19 tahun. Tinggallah kami panitia yang terlibatmerasakan suatu beban tanggungjawab yang terasa amat berat bila dipikul sendiri.
Pengorbanan takkan sia-sia
Peristiwa di awal tahun 1993 itu cukup mengguncang batin hingga saya mempertanyakan kembali manfaat kegiatan petualangan yang dilakukan. Kepercayaan diri pada kegiatan petualangan melorot hingga titik nadirnya. Sekian lama terbayang-bayang sembilu yang menghujam hati seorang ibu saat harus menerima kenyataan kehilangan anak yang dikasihinya. Teramat sulit membayangkan genangan air mata kesedihan dari seorang wanita paruh baya yang telah membesarkan anaknya dengan susah payah dan tetesan darah.
Namun setelah lama merenungkan hal tersebut, akhirnya saya mempunyai pemikiran yang lain. Alih-alih berhenti dari kegiatan bertualang dan mendaki gunung, saya terpacu untuk belajar sekeras mungkin agar menjadi petualang yang berpengalaman. Hanya dengan demikian saya akan lebih berguna bagi rekan-rekan yang lain, terutama yang masih junior. Setiap orang yang terlibat dalam diklat yang tragis itu berjanji bahwa pengorbanan tak akan sia-sia.
Kami pergi bertualang menuntut ilmu ke gunung-gunung tertinggi dan hutan-hutan yang kelam di pelosok nusantara. Seluruh kesakitan, rasa letih dan lapar seakan tak pernah dipedulikan sejak saat itu, apalagi jadwal akademis. Beberapa merasakan pahitnya roboh hingga harus diopname dalam berbagai penjelajahan ke medan petualangan. Entah kena muntaber, malaria atau typhus atau lainnya. Namun hanya dengan militansi demikian saya merasa akan mempunyai kemampuan untuk suatu saat dapat menolong orang lain.
Membasuh luka lama
Dalam perjalanan di gunung Argopuro bulan Agustus 1995 tanpa sengaja tim terlibat dalam suatu usaha search and rescue yang dramatis. Selepas sungai Cikasur yang jernih, perjalanan di padang edelweiss yang tinggi dan semak yang lebat memang terkadang membingungkan. Pada keheningan desir angin, samar-samar terdengar suara seperti bisikan-bisikan.Ternyata pencarian tidaklah sia-sia karena setelah sekian lama melakukan pencarian tim menemukan sekelompok pendaki lain yang tersesat. Menurut keterangan mereka telah beberapa hari tersesat dan hanya berjalan berputar-putar. Persediaan air telah habis sama sekali dan beberapa telah down sehingga tampak sekali memerlukan pertolongan. Sepertinya hanya tinggal waktu nasib mereka akan berakhir dengan buruk.
Merupakan hal yang melegakan bagi tim pengembaraan mengetahui bahwa apa yang mereka kerjakan dapat berguna bahkan menyelamatkan orang lain. Sebuah kelegaan melapangkan hati saya. Saya pribadi semacam merasakan haru yang aneh menyeruak hingga terasa panas didalam rongga dada. Tuhan memberi kesempatan menggunakan pengetahuan yang saya pelajari untuk menyelamatkan nyawa orang lain. Kejadian ini terasa membasuh sebuah luka lama yang menghantui selama bertahun-tahun.