Membidik The Next Level

by Rina Agustin

Meski sedikit menahan sakit di dada (dalam arti sebenarnya) karena apes saat masuk gerbang hotel tadi, tapi tidak membuatku mengurungkan niat menghadiri pertemuan itu, aku sudah ada disini.

Di sebuah ruang meeting, di sudut Sawunggaling, kami mulai berkumpul. Suatu kesempatan kebersamaan yang jarang sekali tejadi, bukan sekedar bertemu, beberapa ide tertuang, berbincang, masih dengan gaya lama “ngabulatuks” begitulah…

Sorepun beranjak pergi, pertemuan itu ditutup dengan perjamuan makan malam bersama. Tumben, kali ini bukan dengan background keremangan hutan tapi di keremangan sudut sebuah resto. ”Ganti suasana lah….sekali-kali meetingnya ga di sekretariat aja…kan the next level” kata bar si ’Ketu.

Sebuah kaos putih, masih ada ditangan. Kaos yang fenomenal tentunya, karena mengundang perbincangan yang sangat panjang di comment FB dengan debutan fotomodel YPI terbaru. Tapi kemudian aku tertarik dengan apa yang tertera di situ ”THE NEXT LEVEL” seperti yang jadi alasan pak ’Ketu tadi.

Ahh…kenapa aku tidak ada disana saat kalimat itu terlahir sehingga bisa menangkap maknanya lebih sakral. Tadi juga aku tidak terlalu dapat mencerna dengan penjelasan singkat Koephil tentang philosophynya beserta segitiga kuning terbalik lambangnya. Aku memang baru mulai mengenalnya. Banyak hal yang ingin kutanyakan tapi tidak mungkin di pertemuan itu, akhirnya akupun berbincang sendiri dalam tulisan ini, sebelum nantinya bertemu lagi dengan mereka.

Ada kata ”NEXT” disana, ini yang membuatku sedikit gelisah. Bukan karena keraguanku untuk kata next itu sendiri, karena aku yakin kata itu pasti akan membawaku pada sebuah episode petualangan. Justru kegelisahanku adalah pada kesamaan persepsi tentang level keberadaan sekarang, sebuah titik yang sama-sama dipahami dan disadari sebagai dasar untuk bergerak dan beranjak ke next level tadi.

Aku jadi inget pelajaran navigasi bertahun-tahun lalu, dalam sebuah perjalanan kita harus selalu mengikuti jalur yang tepat untuk mencapai tujuan kita, ada resection dan intersection, pada saat kita tahu tempat keberadaan kita maka kita bisa langsung membidikan kompas ke arah tujuan kita. Tapi kalau kita tidak tahu keberadaan kita, bagaimana kita bisa membidik tujuan kita dengan tepat ?

Untuk itu kita harus tahu terlebih dahulu keberadaan kita. Disini saatnya membidik keberadaan objek lain sebagai petunjuk keberadaan kita. Tentunya hal ini bukan praktek yang sulit buat mereka yang sering berkeliaran di hutan belantara.

Dari sinilah aku berpendapat bahwa pertemuan-pertemuan seperti kemarin, paling tidak ide dan informasi seperti itu harus terus menerus digulirkan, agar makin memahami keberadaan atau bahkan kekuatan kita untuk mendapatkan dan mencapai ”next level” itu sendiri. Dari tiga pembicara kemarinpun sudah tertangkap bagaimana mereka menggelitik keberadaan kita. Akupun mulai memetakan keberadaan diriku sendiri, mungkin juga sudah dilakukan oleh YPI.

Karena sebenarnya ”Next Level” inilah yang merupakan ruh YPI, sebuah visi yang harus bisa dmaknai dan dijabarkan dalam ruang geraknya, agar hal-hal strategicpun segera dicanangkan.

Kalibrasikan kompasmu, BRAVO YPI…!!

(2010)

 

Foto: Asep Saefulloh