Malam itu, kami melintasi perempatan Simpang Dago menuju Dipati Ukuritu, .
Salah satu jalan yang menyimpan banyak kenangan di autobiography ku.
Gesekan antar dinding lambung memaksaku untuk memutuskan mencari sesuatu yang dapat menyumpal diantaranya.
Bersama sang mantan pacar, kami terundang nostalgia untuk mencari penjual nasi goreng tenda langganan disaat kuliah dulu.
Putra Bengawan DU, demikian, brand yang tertera di spanduk penutup gerobaknya.
Memasuki area tenda, tatapanku menabrak wajah yang kukenal dahulu.
Wajahnya tidak banyak berubah sejak hampir 25 tahun lalu, selain rambutnya yang tersapu warna salju.
Sejenak wajah itu tersenyum padaku….. dan makin menghangat seiring sapaan cerianya….
“Apa kabar? Dimana sekarang? Berapa tahun lalu ya?”
25 tahun lalu…… sedemikian setianya kami menjadi pelanggan penikmat nasgor ataupun mie goreng Putra Bengawan DU yang bercita rasa berbeda dibanding penjual nasgor lain. Soto Padang juga menjadi salahsatu menu unggulannya yang selalu menjadi favorit kami berdua.
25 tahun…… dan sepanjang masa itu pula lah kami tak pernah mengingat nama masing-masing.
Ingatan akan keramahan dan kebaikan, seolah mencukupkan kami atas saling mengenal selama 25 tahun.
Pak Fulan, sebut saja demikian, telah berhasil mengantarkan dua anaknya menyelesaikan jenjang S1.
Dan mbak Fulani, anaknya yang ketiga, tampak sibuk membantu sang ayah melayani tamu yang memadati tendanya. Teramat inspiratif untukku, mengingat esok hari dia masih harus berkutat di perkuliahan semester 5 nya di Unpas.
25 tahun….. Putra Bengawan DU konsisten berjualan nasi goreng.
Fakta yang menampar keras motivasiku.
Terima kasih Putra Bengawan untuk soto padangnya yang mengingatkanku akan masa lalu.
Terima kasih pak Fulan atas senyum dan warna salju rambutmu yang memecut semangat dan motivasiku.
Tekun dan konsisten.