Setapak Memori di Jalur Jayagiri – Situ Lembang

11420458_1692593957637823_884535012_nby Boerahaj

Sekitar jam 22.30, si Anting mengetuk pintu rumahku. Seperti Sabtu yang lalu, pastilah ia baru pulang wakuncar. Masuk ruang tamu dan ala kadar basabasi, ia mengajakku night tracking menuju Situ Lembang melalui jalur favorit kami. Jayagiri, Tangkuban Parahu, Tower……lalu turun ke tujuan utama.

Kutahan ketergesaannya dengan tantangan 2 set permainan catur sebelum berangkat. Tantanganku bersambut. Kugelar dengan sertamerta, papan catur lengkap berbidak. Tak lupa 2gelas kopi pelengkap keseruan. Kurang dari 15 menit. Kopi pun belum separuh gelas kosong, tuntas sudah 2set pertandingan dengan kondisi terakhir rajaku selalu terkapar……. Sebal dan tidak menerima kekalahan, aku lebih banyak diam sambil berkemas menyiapkan tas serta peralatan.

Turun di Lembang dan mulai melangkah menyusuri jalan Jayagiri, kami tidak banyak bertukar kata. Namun, kesibukan dengan dunia pikiran masing2 tidak memutuskan tali batin. Seolah tubuh dan bayangan. Tidak satu tapi juga tak terpisah. Mulai masuk hutan pinus, purnama bagai lampu merkuri di Braga. Tak satu kerikil pun yang bisa bersembunyi. Pada sebuah ujung tanjakan, tanpa komando, kami berhenti bersamaan. Mengeluarkan bekal air minum dan peralatan masak, kopi berikut gula, serta……..papan catur !! Satu mug kaleng besar penuh kopi telah siap ketika aku mendapat kesempatan melangkahkan pion pertama. Entah berapa puluh menit berlalu ketika belasan set permainan dituntaskan. Hasil akhir tampaknya berimbang bagiku. Karena kadang si Anting menang, sementara di kala lain aku kalah x_x

Belasan set kekalahan yang hina itu tidak membuatku jera. Segera setelah sampai di pinggir kawah Ratu, kami kembali menggelar lapangan. Sepertinya kali ini keberuntunganku berubah. Belasan set pertandingan menguatkan posisiku sebagai tak termenangkan. Racauan dendam atas kekalahan tadi tidak mampu menghentikan senyum lebar si kumis mengkhawatirkan itu. Hampir saja kucari Sangkuriang untuk izin bersembunyi di balik perahunya.

Ratusan kali kaki menjejak menapak mengarah Tower. Tanjakan yang dilahap dengan rasa terpecundangi sungguh lebih berasa melelahkan. Sampai di tower, seolah kami bersepakat dalam hening. Berhenti, menarik nafas dan……menggelar papan catur. Egoku dibunuh rasa penasaran ketika sudah tak mampu berhitung lagi. Entah berapa kali kami bertukar warna pion setelah rajaku tak berkutik. Kisah ini takkan berakhir sebelum kami sampai di Situ Lembang menjelang subuh.

Bermain catur lagi hingga matahari membangunkan kesadaranku. Lebih dari 40 set tanpa kemenangan……