Alkisah 17 tahun-an yang lalu (ditulis th 2010) uang 5 ribu itu amat lah mencukupi untuk survival. Ongkos bis Dipati Ukur –Jatinangor hanya 200 perak, bisa kurang kalau kita gak bayar. Rokok sebungkus Cuma 500 sebungkus.Uang 5000 itu,alangkah bisa membuat kita sanggup bertahan dengan keberlimpahan saat itu. Dikampus bisa makan dikantin misalnya, lauk lengkap,ada ayam, ada sayur,ama minum,paling abis seribu-an. Tapi masalahnya, SAYA jarang-jarang punya uang sebesar itu. ! 17 TAHUN LALU, diKampus dipatiukur (De’U), hujan menyambar-nyambar, begitupun perut, juga menyambar-nyambar minta diisi. Saya sehabis kuliah dari jatinangor kala itu. Hujan lebat dan saya singgah seperti biasanya di sekret, dikoridor berjajar para pedagang- berjejer sepanjang koridor. Ada abul yang jual teh botol dan kue-kue,rokok,dsb,ada bram sibaik hati yang suka ngasih sisa bacang jualan, ada mas baso, unang, dan penjual asongan lainnya. Saya menghitung sisa uang dikantong, hanya 500 perak, di saku sebelah yang ada angin,…hanya 500 perak.
Hujan reda agak sejaman, perut tambah keroncongan,di sebelah saya duduk juga seorang rekan,uang dia hanya 350 perak (sebut saja si X – sengaja saya samarkan namanya, ia ada disekitar kita,kurang lebih seangkatan,atau diatas saya satu angkatan,bisa lebih bisa kurang,ini sekedar untuk menjaga kehormatannya .. ehem). Si X terlihat lemas,mungkin sejak pagi beliumketemu nasi.
“ Dahar yu” ajak saya,sekret rame oleh orang diluaran yang sedang macem-macem, hujan masih gerimis. “Hayang sih hayang, tapi..” kata si X.
”Kunaon teu boga duit?” Tanya saya.
“Ti isuk ngan karek kopi jeung udud, ngan boga duit 350 deui euy” Kata si X sambil menampakan muka ingin dikasihani.
“Maneh aya sabaraha?” Kata SI X.
“Dahar yu?” ajak saya.
”Oke,pasti keur Lodu nya?” Kata Si X sok tau. Lodu itu singkatan dari loba duit, ini bahasa sandi sekret di tahun itu. Masih ingat korum? Sama spt tutbeh alias butut kabeh.
”Lodu mah heunteu, ngan 500 sih,tapi bisalah, urang ka bu tunduh euy” Ajak saya pada Si X.
Jika digabung, uang saya 500 dengan SI X yang 350 perak maka semuanya 850 saja. Maka berangkatlah saya dan X, menuju warung bu tunduh. Setengah nasi + sayur kacang (banjir) harganya 300 perak, tambih bala-bala jadi 350. Kali dua-an semua 700, sisa 150 buat rokok 3 batang. Itu itung-itungan jujurnya. Pas. Tapi kemudian apa yang terjadi?
“Bu nasi dua, setengahan nasina bu, angge sayur kacangnya,banjirrr,” kata X kepada bu tunduh.
“Naha biasana mah tara satengah,mung kacang hungkul?” Kata Ibu Tunduh.
“Ah nuju di’it bu, biasa lah,” Kata X menutupi kemiskinan kita dengan ngaku di’it padahal gak punya duit.
Kamipun makan, nasi setengah plus bala-bala, sambel gratis, makan pun lahap aja. Meski tanpa telor, daging,atau nambah. Kami hanya mampu makan seadanya, seubeuh heunteu, lapar keneh pasti na mah. Tapi apa yang terjadi? Saat makan, bu tunduh duduk dibelakang dan tentu sambil nundutan. Tiba-tiba,X meminta air tambahan yang gratisan,”Bu caina deui bu” kata X mengagetkan bu tunduh yang lg nundutan. Ibu memberi air, Si X sambil minum kemudian nanya,”Bu upami pak tunduh-na dimana?”. Ibu tunduh teu ngajawab, terlihat mukanya cemberut tak senang sepertinya. Bu tunduh bukan nama sebenarnya, ia karena sering nundutan ahirnya diberi nama bu tunduh (entah siapa yang pertama kalinya menamai beliau dgn demikian), Si X tak tahu, dan nanya yang demikian, ibu tunduh cemberut sambil nundutan.
Si X makan lagi, dia menoleh pada saya,sambil ngicep-an memberi isyarat. Si X ambil telur asin, dibawah meja dikupasnya, lalu seleweg diamasukan ke mulut bulat-bulat dan secepatnya, biar bu tunduh tak lihat. Nasi dan sayur kacang, jadi agak nikmat ditambah telor asin, kadang bala-bala tambah, tahu, atau sejenislauk lain-na. Namun diakhir kisah itu, saat mau bayar,SI X berlagak tak tahu menahu,ia memainkan perannya.Profesional sekali, ia menampakan keahliannya, makan enak dengan harga irit.
“Tuang naon wae dod” kata bu tunduh.
“Nasi setengah,sayur kacang, bala-bala hiji,”
“350,rokok?” tanya bu tunduh
“ Oh muhun bu, sabatang,” Kata saya.
“Janten 400 rupia, ari X tuang naon wae?”
“Sami bu sareng dodi” kata si X dengan cueksnya.
“Oh, dalapan ratus sadayana” Kata ibu tunduh.
“Mangga nya bu, nuhun pisaaan bu” Kata Si X berlebihan (lebay) saat pamitannya. Dia si X saat itu hanya nyerengeh-nyerengeh sambil jalan menuju sekret. “Nuhuuun bu,” kata Si X lagi sambil agak teriak lagi pamitannya.
“Naon sih sok berlebihan euy,nuhun mah sakali weh” Kata saya
“Yehh kumaha carana weh meh ibu tunduh ikhlas,” Kata si X sambil mengeluarkan pisang ambon satu buah dari saku jaketnya.
“Empat sehat lima sempurna dod,” Kata Si X sambil nyerengeh lagi. Ia gasak pisang ambon pula. There is a kind like darmaji right there .. im being there.
Dan kami pun pulang kembali ke sekret, hujan telah lama reda, perut kenyang, 850 perak penuh cerita waktu itu, meski bukan cerita suri tauladan. Bandung kembali berangin kala itu dan kami pun kembali menuju sekret.”Kapepet Dod, hapunten ibu” kata Si X dalam hati sambil ngahanca pisang ambon hasil operasinya.
tamat.
Ps : Tribute to my brother X whenever I may find his ..
semoga X membaca cerita ini, dan bu tunduh mau memaapkannya.