The experienced mountain climber is not intimidated by a mountain — he is inspired by it. Mountains are created to be conquered; adversities are designed to be defeated; problems are sent to be solved. It is better to master one mountain than a thousand foothills
Suatu hari di akhir bulan April beberapa mahasiswa tampak serius memperhatikan peta gunung Lawu yang didapat dari Dinas Geologi. Sekarang para pendaki bisa memanfaaatkan internet seperti Googlemap untuk membantu rencana pendakiannnya namun kala itu peta geologi menjadi andalan dalam setiap perjalanan, karena peta yang lebih akurat dari Bakosurtanal terlalu sulit didapat.
Mereka pun dengan seksama memperbincangkan kontur pendakian yang akan dihadapi dan membandingkan jalur-jalur pendakian yang ada di gunung Lawu. Peta dengan warna kertas kebiruan yang membentang di meja menjadi bahan diskusi hangat bagi beberapa mahasiswa yang sedang mempersiapkan pendakian menuju gunung Lawu. Mereka baru satu tahun lebih menjadi anggota pecinta alam di kampus namun sudah tak sabar untuk mulai melakukan berbagai pendakian yang ambisius.
Mengoleksi puncak 3.000 meter
Dalam berbagai kesempatan mengobrol ngaler ngidul tercetuslah misi yang cukup ambisius yaitu mengoleksi puncak-puncak gunung di gugusan Timur, terutama yang berketinggian diatas 3.000 meter diatas permukaan laut. Maksudnya tentu saja arah Timur dari kota Bandung tempat mereka kuliah menuntut ilmu. Ini berarti mereka harus melakukan perjalanan penuh endurance dari gunung Ciremai hingga ke Jayawijaya.
Walau imajinasi itu tampak bombastis, mereka membahas romantisme tersebut dengan ringan saja tanpa ada keharusan bahwa misi itu wajib tercapai semua. Lagipula, memangnya mahasiswa itu tak ada pekerjaan lain selain mendaki gunung? Tetap saja mereka harus memprioritaskan pula perkuliahan. Bahkan mahasiswa pecinta alam paling militan sekalipun wajib lulus dengan nilai IPK yang cukup.
Tak memerlukan waktu lama untuk menemukan rekan-rekan lain yang satu ide, sehingga kemudian tergalanglah sebuah brigade petualang yang lapar untuk memuncaki gugusan pegunungan ke arah Timur. Setiap kampus yang tersebar dari Dago, Dipati Ukur hingga Jatinangor ikut menyertakan wakilnya dalam semangat yang membakar untuk misi yang bombastis. Perjalanan ekstrim itu sendiri bukanlah sebuah ekspedisi yang resmi dari kampus namun lebih merupakan imajinasi dan romantisme dalam menjelajahi nusantara dan menyalurkan kelebihan energi yang selalu bergelora itu.
Menuju ke Timur
Pendakian gunung Lawu memang gunung pertama yang didaki karena tahun lalu sudah ke Ciremai dan pengembaraan ke Rinjani. Gunung ini juga bukan yang paling menguras tenaga bahkan bisa dibilang pendakian yang cukup santai. Namun menjadi penting karena merupakan pemuncakan pertama para serigala-serigala muda ke arah Timur kala menjalankan ambisi go to east. Gunung Lawu terletak diperbatasan kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah dengan kabupaten Magetan, Jawa Timur. Untuk mencapai puncak tertingginya yang disebut Hargo Dumilah (3.265 mtr dpl) ada tiga pilihan jalur pendakian yaitu Jalur Cemoro Kandang (Jawa Tengah) yang landai, jalur Cemoro Sewu (Jawa Timur) yang terjal atau jalur Cetho yang melewati candi-candi.
Bulan Mei 1993 kemudian tak pernah saya lupakan, kala merasa terhormat menjadi bagian dari sebuah misi yang sarat ambisi, lapar petualangan dan penuh kekuatan. Who can stop the brigade… Tim-tim yang berangkat ke Timur kelak selalu bergonta-ganti anggotanya, namun dengan semangat yang sama. Seakan masing-masing saling menggantikan posisi yang lain. Kala yang satu beristirahat, yang lain maju untuk merapatkan barisan dan menjaga panji kehormatan.
Selanjutnya, dengan memanfaatkan setiap celah libur semester yang tersedia mereka merangsek ke gunung- gunung tinggi di Timur, walau harus menyeberang ke berbagai pulau. Syal kuning harus berkibar dengan gagah hingga puncak paling membekukan di ufuk Timur nusantara. Itulah tekad bersama. Semangat yang terus bergelora kala semua masih berkutat menimba ilmu di kampus.
Hingga suatu saat ketika syal kuning akhirnya berkibar juga di pegunungan pulau Papua, perlahan nyala yang pernah begitu membakar itu saya rasakan meredup lalu perlahan menghilang. Entah memudar karena para anggota milisi itu sudah lulus dari kuliah, atau mereka merasa ambisinya sudah tercapai atau sekedar rehat beberapa lama untuk menunggu nyala berikutnya yang lebih mendebarkan… The Next Level.