Menjelang tengah hari, rombongan tim pengembaraan sudah sampai di ujung hutan gunung Tambora, yaitu sebuah perbatasan hutan dengan perkebunan kopi. Setelah melewatkan tiga malam di pegunungan, kini waktunya kembali ke peradaban. Namun sebelum melanjutkan perjalanan turun, mereka menyempatkan dulu memeriksa perangkap ayam yang dipasang sebelum memulai pendakian.
“Sugan we meunang hayam,” ujar Luthfi berharap.
“ Meunang munding oge teu nanaon lah,” Bar menambahkan.
“Ssst..” Wawan mengepalkan tangannya ala film perang Vietnam. Semuanya diliputi ketegangan.
“Aya vietcong Wan?” bisik Dodi.
“Lain..aya hayam,” kata Wawan dengan serius.
Benar saja, pada perangkap yang dipasang tampak seekor ayam hutan besar meronta-ronta. Hip.. hip.. Horray..semua bergembira seolah si ayam berulang tahun
“Eh, jangan-jangan ayam penduduk yang lepas,” Ririn mencoba bersikap bijak dalam eforia itu.
“Sepertinya bukan, Rin..ini mah ayam pendaki,..lihat tuh, pahanya juga beca” jawab Adjat. Ririn merengut mendengar penjelasan ilmiah dari Adjat.
Berbekal ayam buruan itu, semua bersiul-siul pulang ke dusun Pancasila. Semua menitikkan air liur membayangkan hidangan KFC yang akan terhidang. Tiga hari didalam hutan memang tak ada masakan istimewa yang terhidang, cuma ransum standar nasi, indomie, kornet.
“Pak, ini nanti dibuat ayam rica-rica ya,” pesan Adjat kepada local people yang dipanggil si Babeh. Ia menyanggupi, entah mengerti apa tidak ayam rica-rica.
Sesampai di rumah Babeh mereka menitipkan ransel dan ayam, lalu bergegas mencari warung. Apakah mereka memasang perangkap ayam juga di warung? Bukan, ada alasan lain ternyata.
“Roko,” ujar Dodi mantap.
“Indomie telor,” Triyanto menambahkan.
“Doping,” Bar juga mengingatkan. Semua mengangguk setuju.
Ada doping ajaib apakah di sebuah warung kecil di desa terpencil? Mari kita lihat kelanjutannya.
“Ada telor bebek Bu?” tanya Dodi kepada pemilik warung yang lalu menunjuk sebuah wadah yang tergantung.
“Tah..sakieu meujeuh ,” ujar Wawan sang pakar telur bebek menimang-nimang sebuah telur,” Saya yang ini Bu,” ujarnya mantap.
Semua memilih telurnya masing-masing lalu memesan sebotol Sprite.
“Kocok merah telurnya sama Spritenya Bu,” pesan Bar. Si Ibu tampak bingung tapi dituruti saja.
Maka jadilah doping ala PALAWA, campuran merah telur bebek dengan Sprite.
“Slurrp…ah..mantap,” ujar Lutfi dengan puas.
“Tah nu kIeu doping alami..mun Ben Jonson make doping kieu pasti moal katewak,” ujar Wawan mengutip seorang sprinter Olimpiade yang didiskualifikasi karena doping.
Semua menghabiskan dopingnya, dan merasakan daya gedor yang menjalar kembali di sekujur tubuhnya. Mereka harus menjaga tubuh tetap fit hingga 2 minggu kedepan. Masih ada gunung Rinjani dan Semeru yang akan didaki. Doping telur bebek dan Sprite adalah salah satu triknya.