Kala diklat 1992 yang melahirkan angkatan Kawah Putih, pelatih yang paling senior adalah kang Oding (Pager Wangi). Tak mungkin melupakan beliau karena saat diklat seringkali tiba-tiba saja muncul di berbagai tempat medan operasi longmarch untuk mengaping siswa.
“Wah. .hese udud aya si akang eta mah euy..” bisik-bisik para siswa ahli hisap ” ..sok jol-jol aya hareupeun.”
“Boga elmu boa euy..” yang lain jadi was-was.
Mobilitasnya memang lincah di medan operasi kala itu. Tak satupun gerakan siswa yang luput dari perhatiannya saat longmarch gunung hutan dan tak pernah sekalipun memberi gepuk seperti pelatih lainnya. Banyak kesan apik terhadap beliau, penuh rasa hormat dari angkatan KP bekas siswanya.
Dedikasi dan loyalitasnya tak tergantikan, terbukti dengan kembali mengikuti diklat 1994 walau hanya dari radio pemancar di basecamp DU 35. Untuk ukuran kala itu disaat komunikasi masih mengandalkan lisan, hal tersebut sungguh luarbiasa.
Kebiasaan beliau adalah memakai topi yang dipakainya “RR” artinya Rimba Raya…. “Rimba Raya membentuknya menjadi manusia berani, jujur dan kuat,” jelas Ferry Hendarsin rekan seangkatannya. Selain bersetia longmarch, beliau yang alumnis Sastra Sunda ’81 juga piawai berpencak, demikian menurut Asep “Mangle” sesepuh LISES Unpad.
“Yang setia saat longmarch ‘KP’.. Kang Oding, selamat jalan! semoga beliau lebih berbahagia disisi-Nya… Amiin..” tulis Rina Gorin mengiringi kepergian beliau pada tanggal 20 Juni 2011. Kurang lebih setahun setelah kebersamaannya terakhir bersama keluarga besar PLW yaitu bulan Maret 2010 pada acara riung mungpulung di buper Cikole.
“Ilmu yang akang berikan tak akan pernah saya lupakan,” janji Bais.