Keindahan olahraga lari terletak pada kesederhanaannya
Terdapat banyak kelebihan dari olahraga lari yaitu hemat, demokratis, bebas dan amat sederhana. Adakah olahraga yang lebih sederhana dari mengikatkan tali sepatu, memakai baju lari kemudian membuka pintu lalu berlari? Berlari akan melahirkan kemampuan untuk tahan bekerja dalam waktu lama. Daya tahan ini amat diperlukan di medan petualangan yang biasanya memakan waktu berhari-hari. Lari yang rutin memberi kebugaran yang dibutuhkan untuk menerobos belantara hutan.
Kebugaran tubuh merupakan tingkat yang lebih tinggi dari keadaan sehat. Bila tubuh tak menderita sakit atau cedera maka disebut sehat, namun kebugaran membuat tubuh mampu melakukan kegiatan-kegiatan fisik yang intens dan lebih berat dari biasanya. Jadi, kita mungkin merasa sehat namun tidak siap untuk suatu olahraga ekstrim seperti mendaki gunung. Atau sebaliknya mungkin anda cukup bugar dengan sering naik turun gunung, namun sebenarnya “kurang sehat” karena otak hanya memikirkan mendaki gunung saja 🙂
Metode latihan yang simpel
Karena tak berlatih untuk menjadi atlit lari, saya tak banyak mengetahui latihan lari yang memadai. Semuanya dilakukan dengan insting dan latihan-latihan standar saja yaitu berlari-lari di sepanjang lintasan lapangan Gasibu atau sepanjang jalan sekitar kampus. Namun olahraga yang sederhana itu ternyata sejalan dengan metode dr. Kenneth Cooper dimana ia menyarankan seseorang berlari selama 12 menit dan melihat sejauh mana ia berlari. Sesederhana itu saja. Berbekal pengetahuan simpel itulah kami melakukan berbagai petualangan di nusantara.
Formula hitung-hitungannya sederhana saja, apabila dalam waktu 12 menit jarak yang ditempuh kurang dari 4 putaran lapangan Gasibu maka kemungkinan VO2MAX hanya mencapai 35 dengan kriteria kebugaran rendah, antara 4 hingga 7 putaran kemungkinan VO2MAX mencapai 48 dengan kriteria kebugaran rata-rata, dan lebih dari 7 putaran kemungkinan VO2MAX lebih dari 50 dengan kriteria kebugaran tinggi. VO2MAX merupakan ukuran pemasukan oksigen yang maksimal. Bila tubuh semakin efisen menggunakan oksigen maka akan semakin cepat larinya.
Hingga surutnya berkegiatan petualangan, standar kebugaran saya tak pernah beranjak dari rata-rata saja, artinya VO2MAX tak pernah mencapai ukuran kebugaran yang tinggi yaitu diatas 48. Sepertinya stamina tubuh sudah mendekati batas maksimal dan sulit ditingkatkan lagi, bahkan pada masa kondisi puncak di usia sekitar 22 – 24 tahun. Saat berbagai perjalanan dilakukan hampir tak ada jedanya.
Namun VO2MAX menurut saya hanyalah salah satu indikator untuk melakukan petualangan yang nyaman. Bukan berarti kita harus menunggu sampai tingkat kebugaran yang sempurna untuk mulai melakukan petualangan. Bila demikian, tentunya saya tak akan pernah menjelajah kemanapun karena selalu menunggu tingkat kebugaran yang tinggi.
Dengarkan tubuhmu
Yang paling krusial adalah saat pertama melangkahkan kaki memulai lari. Seringkali muncul keengganan yang besar dalam memulai, bahkan kita mencari pembenaran atau alasan untuk tidak berlari. Cuaca mendung atau jalan yang becek seperti menyelamatkan kita dari keharusan berlari. Padahal tubuh telah siap untuk berlari. Dengarkan tubuh anda, demikian kata pelari yang berpengalaman. Rasakan betapa tubuh masih ingin berlari atau sudah ingin berhenti. Berhenti saat tubuh masih sanggup bergerak hanya menghentikan energi positif yang sedang menanjak dalam diri. Kejujuran ini menurut saya lebih cocok daripada harus mengejar – ngejar angka VO2MAX. Tentu saja, anda harus mengkritisi pandangan ini. Jangan-jangan pendapat ini timbul karena standar saya yang rata-rata.
Namun sebuah penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa suatu pendakian gunung akan dapat dilakukan dengan nyaman bukan karena seseorang melakukan latihan fisik yang demikian berat. Pendakian akan berjalan lebih lancar bila seseorang telah memiliki gambaran medan yang akan dihadapinya. Secara mental ia telah mempersiapkan apa yang akan dihadapai di pegunungan tinggi. Tentu saja dengan tingkat kebugaran yang cukup untuk berkegiatan.
Pada akhirnya mental memainkan peranan amat besar dalam setiap petualangan. Bahkan menurut saya, karena melibatkan unsur mental inilah suatu kegiatan bisa dikategorikan petualangan. Tanpa itu ia hanyalah kejadian atau latihan yang biasa-biasa saja. Sebuah pendakian gunung, misalnya, menurut saya lebih merupakan suatu exercise mental dibanding pergulatan fisik. Dan kita bisa mulai belajar mengasah mental ini salah satunya dari olah raga lari.
Hanya saja saya tidak tahu indikator kebugaran mental ini. Kita tak pernah dapat menilai setangguh apa mental seseorang sampai merasakannya sendiri. Terlalu banyak orang dengan fisik tangguh namun begitu cepat menyerah, sebaliknya beberapa orang dengan pembawaan fisik yang lemah membuat kagum siapapun dengan militansinya.