No matter how sophisticated you may be, a large granite mountain cannot be denied – it speaks in silence to the very core of your being (Ansel Adams)
Sekitar pukul enam pagi, angin dingin dengan kencang menerpa setiap pendaki di puncak gunung Kinabalu. Setelah berjalan kurang lebih tiga jam dari pondok Laban Rata, tim akhirnya tiba di puncak tertinggi pulau Kalimantan. Kawasan puncak gunung Kinabalu merupakan batuan granit yang kokoh, seakan dataran masif bebatuan itu memang tercipta untuk menahan irisan-irisan tajam dan dingin dari angin yang mendera di ketinggian 3.000-an meter. Berselimutkan mantel polar yang dilapisi jaket windbreaker setapak demi setapak setiap anggota tim berjuang mengatasi trek yang mananjak dan cuaca yang membekukan hingga akhirnya menuntaskan perjuangan mereka dengan tiba di puncak gunung Kinabalu dengan disambut cahaya mentari yang malu-malu.
Menembus 4.000 meter
Berdiri di puncak berketinggian 4.095 meter dpl memberi sensasi dramatis bagi mereka masing-masing. Bagi Rifki ini merupakan awal petualangan-petulngan selanjutnya yang akan membawanya melanglang buana ke berbgai negara. Selama ini hanya medan petualangan di Indonesia yang diakrabinya namun dengan menjejakkan kaki di puncak tertinggi di negara tetangga itu ia merasakan seperti memasuki sebuah pintu petualangan baru yang akan membawanya ke sebuah horison petualangan yang semakin luas. Barangkali setelah ini aroma petualangan akan membawanya ke puncak Fansipan atau Kosciuszko sebagai atap subkontinen yang lain.
Asnur masih ragu-ragu sejak awal keikutsertaannya dalam pendakian ke gunung Kinabalu ini hingga pada detik-detik terakhir ia membulatkan tekad menembus ketinggian 4.000 meter. Baginya merupakan sebuah romantisme kala menembuat batas ketinggian psikologis itu. Ia telah mendaki gunung-gunung berketinggian 3.000-an meter hingga sebuah rasa penasaran yang begitu menggoda untuk mencapai limit psikologis berikutnya. Entah apakah setelah menembus ketinggian itu ia akan memburu pula limit ketinggian psikologis berikutnya.
Sejak perkenalannya dengan dunia pendakian gunung yang membuatnya terkesima, Bar telah mempunyai obsesi petualangan tersendiri. Ia ingin memuncaki pulau-pulau besar di nusantara ini sehingga dengan demikian mempersatukannya dalam suatu romantisme pendakian yang anggun. Hanya pemuncakan pulau terakhir di nusantara yang akan menghentikan petualangannya dalam pendakian gunung. Perburuannya pada archipelago summit itu telah dimulai sejak mengibarkan syal kuning di atap pulau-pulau besar di nusantara. Sehingga pemuncakan atap pulau Kalimantan itu merupakan sebuah pendakian wajib untuk menuntaskan obsesi petualangannya.
Taman Nasional Kinabalu
Gunung Kinabalu terletak di dalam Taman Nasional Kinabalu yang merupakan obyek wisata andalan Sabah. Taman Nasional ini meliputi kawasan seluas 754 kilometer persegi. Menurut sejarah pembentukannya gunung yang perkasa ini berasal dari pengerasan bebatuan di bawah permukaan bumi lalu kemudian timbul sebagai batuan granit sekitar1.500 tahun lalu. Pendakian dimulai dari ketinggian 1.829 meter dpl yaitu dari Timpohon Gate. Dari sini pendakian selama tujuh jam menunggu hingga mencapai pondok penginapan di Laban Rata pada ketinggian 3.200 meter dpl. Disini terdapat beberapa pondok penginapan yaitu Layang-layang, Gunting Lagadan dan Laban Rata Resthouse sebagai yang terbesar.
Mendaki gunung yang dibanggakan Malaysia ini sebenarnya lebih mudah dari yang dibayangkan, bila kita telah sering mendaki gunung-gunung dinusantara. Syaratnya tentu saja kita harus dalam kondisi bugar, karena kurang fit sedikit saja maka akan menjadi bulan-bulanan di pegunungan tionggi. Setiap pendaki di gunung Kinabalu cukup membawa daypack saja karena di Laban Rata sudah tersedia berbagai akomodasi yang nyaman dan makanan yang memadai. Hanya saja peraturan pendakiannya amat ketat dan biaya pendakiannya cukup mahal bila dibandingkan pendakian di negeri sendiri. Mungkin bisa dimaklum juga karena hanya punya beberapa gunung tinggi sehingga dirawat dengan apik. Berbeda dengan negara kita yang memiliki puluhan gunung tinggi sehingga pengelolaaannya keteteran.
“Mun baheula Ganyang Malaysia jaman Soekarno Indonesia nu meunang, jigana teu kudu mahal-mahal mayar euy,” Bar sedikit menggerutu ketika harus membayar biaya pendakian di kantor Taman Nasional.
“Enya ngan meureun ruksak dimana-mana mun dikelolana ku jagawana Indonesia mah,” celetuk Asnur.
“Tah eta, ironis… padahal mun kabeh gunung dikelola kawas kieu Indonesia bisa nyaingan Nepal jigana,” tak ketinggalan Rifki menimpali dengan sedikit aroma bombastis.
Sebuah ironi, memang.