Don’t Judge The Book by Its Cover

punkby Bayu Ismayudi
Para Palawa dan para aktivis kampus lain memanggilnya dengan nama ‘Bram’. Seorang pedagang asongan yang sering menjadi pelipur lapar bagi para mahasiswa khususnya para anggota Palawa, kaum proletar kampus yang sering ‘terkapar’ apabila bulan tua tiba.

Memang sebelumnya kami anggota Palawa tidak tahu nama asli beliau ini, seluruh aktifis kampus Unpad di Dipatiukur memanggilnya dengan sebutan ‘Bram’. Sosoknya yang murah senyum walaupun sering dihutangi, membuatnya bagai sosok seorang ‘bapak’ saat akhir bulan menjelang.

Konon nama ‘Bram’ ini diperoleh saat para mahasiswa Fakultas Sastra, tepatnya ‘gank’nya Kang Rosyid alias Ocid (CL) & Kang Eman alias Acil (CL) ramai-ramai jajan barang dagangannya di suatu pagi menjelang kuliah di luar kelas. Saat sedang asyik menikmati jajanan mas ‘Bram’ ini tiba-tiba dosen datang. Karena takut keburu lupa dibayar, Ocid berinisiatif mengangkut barang seluruh barang dagangan mas ‘Bram’ ke dalam kelas, begitu pula sang empunya dagangan pun ditarik masuk ke dalam kelas.

“Wah, kumaha ieu the kang?” Tanya mas ‘Bram’ bingung…”Geus milu asup heula we…urang can mayar yeuh” Jawab Ocid. Di dalam kelas, tidak seperti biasanya sang dosen mengabsen satu persatu mahasiswanya, mas ‘Bram’ panic !!…”Halah, kumaha mun saya ditanya Cid?” gelisah mas ‘Bram’…”Kalem we” Jawab Ocid santai…

Benar saja saat semua sudah diabsen, sang dosen bertanya…”Itu yang dipojok siapa?” sambil menunjuk kea rah mas ‘Bram’…”Namanya Bram pak, mahasiswa pindahan !” jawab Ocid spontan…Dari situ lah ‘Bram’ menjadi nama panggilannya, tidak banyak yang tahu nama dia sebenarnya. Yang para anggota Palawa tahu beliau adalah ‘Sang Pahlawan’ saat perut-perut mereka gundah gulana, baik siang maupun malam hari…mas ‘Bram’ selalu ada !!

Hingga pada suatu siang, Abul salah seorang ‘asissten’ Bram mendatangi secretariat Palawa…”Kang Bais, ieu aya uleman ti Bram” ujar Abul kepada Bais yang siang itu sedang nongkrong. “Uleman naon Bul?” Tanya Bais…”Eta, Bram bade nyepitan putrana di Subang, dihaturanan dongkap saurna…” jawab Abul…”Ok, siap Bul…ari masalah nu menyangkut makan-makan mah urang-urang siap hadir” tanggap Opik yang saat itu sedang kongkow juga di secretariat. “Ari Abul engke dongkap?” Tanya Barbar…”Tangtos atuh, abdi pan janten pager bagusna” jawab Abul bangga…”Ok, atuh ari kitu mah, Insya Allah pasti dongkap” tanggap Ajat.

Sesuai hari dan waktu yang ditentukan, para anggota Palawa pun berangkat memenuhi undangan mas ‘Bram’ menggunakan mobil Ajat. Setelah sekitar dua jam perjalanan, mereka tiba di sebuah desa di pelosok kota Subang. Dari jauh telah tampak keriuhan pesta yang meriah, suara gamelan degung khas Jawa Barat mengalun di atas sebuah panggung besar.

“Wilujeng sumping para saderek ti Palawa Unpad…” sambut sang MC dari atas panggung saat para anggota Palawa memasuki area pesta. “Wah mewah kieu euy pestana..” ujar Ajat. Tampak di seberang panggung, mas ‘Bram’ sedang duduk bak seorang Raja di atas singgasana di samping anaknya. Para anggota Palawa pun mendatanginya untuk menyalaminya…”Ngamplop lima rebu teu nanaon kitu?” bisik Bais kepada Ajat…”urang ngan boga dua rebu malah Is, hijikeun we..” balas ajat.

“Sok teras ka lebet, tuang saayana nya” sambut mas ‘Bram’ sambil mengembangkan senyum penuh wibawa…”Gagah euy ente Bram”…bisik Bais sambil bersalaman saat melihat Bram memakai pakaian tradisional Jawa Barat lengkap dengan keris dan bendonya. “Ssst, di lembur mah ngaran urang Pak Yamin” balas mas ‘Bram’ mantap…”Ooo, jadi Pak Yamin ngarana…”gumam Bais.
Rupanya Pak Yamin alias Bram ini adalah seorang terpandang di desanya, hektaran kebun dia miliki, tidak heran jika pesta yang diselenggarakan pun sangat meriah & mewah.

“Ari mobil diparkir di mana?” Tanya Bram eh Pak Yamin dengan sedikit jaim kepada Ajat. “Caket kebon pak, Abul terangeun…anjeunna tadi nu markiranna ge tadi” jawab Ajat agak sedikit rikuh. “Bul, ka dieu!” teriak Pak Yamin kepada Abul yang saat itu sedang bebenah piring-piring kotor bekas tamu undangan. “Aya naon kang?” sahut Abul sambil tergopoh…”Eta, mobil barudak Palawa eusian ku ganas, cau jeung naon we anu bisa dibawa ka kampus keur dibagikeun” titah Pak Yamin. “Mangga kang..” jawab Abul…”Eh Bul, cenah jadi pager bagus? Naha beberes piring?” Tanya Terra tiba-tiba…”Muhun kang Ter, diperbantukan ka divisi cuci piring” jawab Abul sedikit rikuh takut ketahuan wadulnya.

Para anggota Palawa pun kembali asik menikmati meriahnya pesat ditemani santapan mewah khas pedesaan sambil sesekali memperhatikan Pak Yamin yang tengah sibuk menyalami para tamu yang hadir dengan senyum ‘anggun’nya. Rupanya penampilan bisa mengkamuflase apa yang tersembunyi, seperti halnya Pak Yamin ini yang saat di kampus berpenampilan begitu bersahaja sebagai seorang pedagang asongan, ternya beliau adalah seorang terpandang & berada di desanya. Memang ternyata kita tidak bisa memandang seseorang hanya dari penampilan luarnya.

Sebulan setelah acara pesta sunatan anaknya, Pak Yamin kembali ke rutinitasnya sebagai pedagang asongandi kampus, kembali kepada kebersahajaannya dan yang pasti kembali menjadi ‘bapak’ yang baik bagi anak-anak Palawa….

Long Live Bram !!!