Ekspedisi Andalas 1991 : Pak Karso Sang Pawang Hutan

 

bbsby Boerahaj

Pak Karso seorang keturunan Jawa yang puluhan tahun lalu bertransmigrasi ke desa Pamerihan. Ia sangat mengenal seluk beluk hutan di sekitar area Way Babuta, Lampung. Pak Karso mempunyai dua sisi yang bertolak belakang bagi para jagawana di Taman Nasional  ini, dimana di satu sisi ia adalah sahabat     yang dengan pengetahuan yang dimilikinya  ia sering dimintai sebagai pemandu untuk menjelajah hutan Taman Bukit Barisan. Ini karena pak Karso sangat memahami medan dan kondisi hutan. Selain vegetasinya ia juga paham akan kebiasaan hewan-hewannya.

Disisi lain pak Karso juga bisa dianggap sebagai  musuh karena sering memanen rotan dan damar dari hutan Taman nasional tanpa ijin PHPA. Pak Karso hafal dan paham persis dimana lokasi yang kaya tanaman rotan, dimana lokasi yang kaya tanaman damar serta paham secara persis musim yang tepat untuk memanen kedua jenis tanaman tersebut.

 

Dipandu Pak Karso

Setelah menginap satu malam di desa Pamerihan, Boerahaj bersama tim caving berangkat menuju lokasi dengan ditemani pak Karso sebagai pemandunya. Dengan gayanya yang khas –golok yang diikatkan di pinggangnya sehingga  menimbulkan suara “klotak…klotak….” pada setiap langkahnya, serta aroma dan asap tebal dari tembakau dicampur cengkih dan menyan lintingannya sendiri yang selalu dihisapnya selama perjalanan. Dengan lincah ia menyusuri jalan dan membelah hutan memandu mereka.

Mulutnya tak henti berceloteh menerangkan segala sesuatu yang berada di sekeliling mereka. Kadang ia berhenti sejenak menunjuk suatu genangan –mereka kira air- yang ternyata adalah “pipis” gajah. Disaat lain ia berhenti lalu menunjuk ke satu kelebatan pepohonan dan mengatakan bahwa kita harus berjalan lebih cepat karena dibalik itu ada segerombolan gajah. Pak Karso mampu mendeteksi kehadiran gajah di sekitar mereka dengan indera penciumannya. Ia juga bisa memperkirakan radius jarak gerombolan hewan tersebut dari lokasi mereka berada.

Pak Karso seringkali berhenti berjalan menunggu mereka yang kewalahan mengikuti kecepatan jelajahnya sementara mereka dibebani oleh ransel yang beratnya tidak jua berkurang. Banyak sekali hal baru yang Boerahaj dapatkan selama perjalanan itu. Dengan mata kepalanya sendiri, Boerahaj melihat jejak macan kumbang yang –menurut pak Karso- baru saja melintas, atau bau bangkai menyengat yang berasal dari seekor kura-kura yang sudah hancur terinjak gajah, juga ‘gundukan –busyet!! Gede banget!!- entah apa’ yang tampak masih hangat dan dikelilingi lalat dan ternyata adalah kotoran gajah !!!

Tak tahan menyembunyikan rasa penasarannya Boerahaj memberanikan diri menanyakan hal-hal yang baru baginya.

“ Pak, untuk apa pak Karso mengikatkan golok di pinggang saat berjalan menyusur hutan hingga mengeluarkan bunyi “klotak…klotak….” ?? tanya Boerahaj.

“Suara yang ditimbulkan itu untuk memberi peringatan kepada hewan hutan. Hewan hutan akan menyingkir bila mendengar suara yang asing baginya, “ jawab pak Karso.

“Mengapa pak Karso menghisap lintingan tembakau campur cengkih dan menyan?” kembali Boerahaj bertanya.

“Asap tebal dari rokok tersebut membantu menghalau serangga khususnya nyamuk hutan yang membuat gatal ruar biasa!! Aroma yang dihasilkan itu untuk memberi peringatan kepada hewan hutan. Hewan hutan juga akan menyingkir bila mencium bau yang asing baginya” dengan sabar Pak Karso menerangkan.

“Bagaimana persisnya bau gajah pak?”

“Bau gajah mirip seperti bau kerbau….”

Boerahaj makin bingung karena bau kerbau pun belum pernah ia hafalkan atau cium secara khusus….

 

Eksplorasi gua

Di lain waktu Pak Karso juga dapat mendeteksi kehadiran harimau dari baunya. Saat itu serorang rekannya, Anto, keluar menuju salah satu mulut gua untuk buang air kecil. Sebelum mencapai mulut gua, Anto dihentikan oleh pak Karso dan ditanya tujuannya. Pak Karso menyarankan untuk buang hajat di dalam gua saja. Anto awalnya keberatan mengingat motto para caver leave nothing but footprint yang selalu digenggamnya, namun akhirnya diturutinya setelah diterangkan kemudian oleh pak Karso bahwa ia mencium kehadiran harimau. Tanpa ba-bi-bu lagi Anto segera mencari tempat yang nyaman dalam gua untuk ritual itu. Membayangkan gemeretak gigi harimau sudah cukup untuk membuyarkan moto paling ramah lingkungan sekalipun. Bagi Anto nyawa tentu saja lebih penting.

Kala itu tim caving sedang mengeksplorasi sebuah gua yang bercabang lima. Mereka memasuki mulut gua dan memulai melakukan pengukuran serta pemetaan sekitar jam 8 pagi. Asyik dengan kegiatan tersebut ditambah keadaan gua yang lembab dan gelap luar biasa, mereka tidak menyadari kalau saat itu sudah jam 2 pagi!!! Artinya tanpa disadari eksplorasi gua telah berlangsung selama lebih kurang 18 jam!! Bahkan mungkin mereka tidak akan sadar waktu bila salah seorang pencari walet tidak datang menjemput mereka.

Kehadiran harimau di sekitar areal luar mulut gua itu dibenarkan oleh para pencari walet yang yang sempat melihat refleksi mata harimau di semak-semak luar mulut gua pada saat ia sedang menjemput mereka. Sejenak ketegangan menjalari seluruh anggota tim namun kehadiran pak Karso diantara mereka cukup memberikan ketenangan.

 

Keluar gua

Sore itunya mereka keluar dari satu mulut gua dengan tubuh berlumur keringat dan guano. Sambil beristirahat di bawah kerimbunan sebatang pohon, bersama pak Karso dan seorang pencari walet mereka berbincang dan berdiskusi tentang hal-hal yang mereka temukan di gua tadi. Boerahaj masih bersemangat dalam eforia ketakjuban. Tak habisnya ia menceritakan keterkejutan di penelusuran tadi saat menemukan habitat laba-laba seperti tarantula yang besarnya melebihi telapak tangan orang dewasa.

Di sela perbincangan itu, pak Karso mengatakan bahwa ada dua orang yang sedang mendaki menuju lokasi mereka berada.

“Dari mana pak Karso tahu? “ Boerahaj bertanya sambil celingukan karena ia tak mendengar apapun.

“Saya mendengar mereka sedang mengobrol” , jelas pak Karso pada tim.

Mereka bingung karena tidak mendengar suara apa-apa selain lengkingan burung, teriakan lutung dan decitan tupai-tupai.

“Mereka sudah semakin dekat paling lima menit lagi sampai” sambung pak Karso beberapa la kemudian

Boerahaj masih mencoba mencium baunya. Tak juga ia menemukan keanehan. Hening, ia berpandangan dengan rekan-rekannya yang lain yang juga terlihat mengerinyitkan dahi meragukan ucapan Pak Karso. Mereka mencoba untuk membaui dan mendengar lebih seksama segala sesuatu yang mungkin terlewatkan. Tapi hasilnya nihil. Tak seorangpun dari mereka yang dapat menyimpulkan hal yang sama dengan pendapat pak Karso.

Lima menit kemudian muncul dua orang pria yang ternyata merupakan kawan dari pencari walet. Boerahaj bersiul pelan, kemampuan panca indra pak Karso dalam mendengar dan membaui sungguh membuatnya merasa kerdil di hutan ini.