by Boedi Rahajoe
Saat tiba di Rajabasa, tim Ekspedisi Andalas yang berjumlah 11 orang disambut oleh para kuli angkut barang. Kami mengira mereka adalah orang asli Lampung namun dugaan itu dibuyarkan mentah-mentah pada saat antar mereka berkomunikasi menggguna kanbahasa kesukuan kami… Sunda !!! Setelah sedikit dialog pendekatan –mempraktekkan sosiologi pedesaan yang diajarkan suhu-suhu Palawa- kami medapatkan informasi bahwa umumnya kuli angkut barang itu berasal dari tanah Parahyangan. Ada orang Tasik, Garut dan Kuningan…- Beban bawaan yang kami bawa cukup banyak, selain ransel milik kami masing-masing yang rata-rata mencapai belasan kg, kami masih membawa beberapa ransellain yang berisikan tali carmantel, webbing, carabiner serta alat-alat panjat lainnya.
Tim Panjat Tebing merupakan tim yang paling banyak membawa beban tambahan disusul Tim Caving, lalu Tim Susur Pantai yang hampir tidak membawa beban tambahan sama sekali.- Saat kami telah memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dari Rajabasa menuju Kota Lampung dengan menaiki angkutan bis, salah seorang kuli angkut yang berbadan besar berinisiatif untuk membantu –dengan imbalan tentunya-. Ia mencoba mengangkat satu ransel yang kami tahu isinya adalah peralatan panjat dan bobotnya luar biasa berat, hanya Bonk dan kang Edjie yang mampu menggendongnya dalam waktu lama sementara kami sisanya biasanya mengangkatnya berjamaah minimal berdua.
Kami sudah peringatkan kuli itu untuk mengangkatkan ransel yang lain, namun ia berkeras untuk ransel itu (mungkin ia merasa semakin tertantang karena kami peringatkan). Lalu…. Dengan sederhana ia membungkuk dan mengangkatnya dengan sebelah tangan. Tidak berhasil!!! Tampak agak kaget, ia mencoba lagi mengangkat dengan kedua tangannya. Ransel sedikit terangkat lalu kembali mendarat karena si kuli bandel ini tampak masih kesulitan.
Ia mencoba lagi. Sekarang ia mengambil ancang-ancang lalu mencoba lagi mengangkat ransel tersebut ke bahunya…… masih tidak berhasil!! Akhirnya Bonk campur tangan. Bonk membantu kuli itu mengangkat ransel dan mengenakannya ke punggung si kuli. Setelah ransel duduk mantap di punggungnya, si kuli yang tadinya gagah kini “muyung” berjalan terhuyung-huyung menuju bis yang sedari tadi menunggu kami……