Iwa Kusumasumantri: Rektor Pertama UNPAD yang Progresif dan Revolusioner

Selepas lulus pendidikan HIS, Iwa Kusumasumantri pergi menuntut ilmu ke Sekolah Pegawai Pemerintah Pribumi (OSVIA) di Bandung. Namun lantaran menolak mengadaptasi budaya Barat saat belajar, Iwa keluar dan memilih untuk belajar hukum di Batavia. Selama di sana, dia  bergabung dengan Jong Java.
Iwa lulus dari sekolah hukum pada 1921. Kemudian, dia melanjutkan Pendidikan ke Universitas Leiden di Belanda. Selama menjadi mahasiswa, Iwa bergabung dengan Serikat Indonesia (kemudian menjadi Perhimpunan Indonesia) yang merupakan kelompok nasionalis para intelektual Indonesia. Lalu pada 1925, dia pergi untuk belajar di sebuah perguruan tinggi di Moskow.

 

Iwa Kusumasumantri pulang ke Tanah Air setelah 5,5 tahun merantau di Eropa. Mula-mula ia bekerja di Bandung, tetapi tak lama kemudian ia diminta pamannya membuka kantor pengacara di Medan. Di kota ini, Iwa aktif dalam pergerakan dengan membuat surat kabar serta mengadvokasi kaum buruh dan tani yang tertindas.

Bekal ilmu dari Eropa  dan aktivitas di Perhimpunan Indonesia disana, dimanfaatkan maksimal oleh Iwa. Agenda mengganggu eksistensi pemerintah kolonial Hindia Belanda jadi rutinitasnya. Ia juga mulai berhubungan dengan Partai Nasional Indonesia (PNI) pimpinan Sukarno yang kemudian diberangus pemerintah kolonial pada 1929.

Pada tanggal 25 Juni 1930, pemerintah kolonial Belanda menangkap Iwa dan mengasingkannya ke Banda Neira dan Makassar selama 10 tahun karena dianggap radikal dan pemberontak. Pandangan dan kritiknya dalam berbagai medium telah membakar amarah Belanda.

Iwa ditangkap Belanda saat Agresi Militer II
Fotocollectie Dienst voor Legercontacten Indonesië

Setelah Indonesia merdeka, ia menjadi Menteri Sosial pertama RI hingga 14 November 1945. Selepas itu, ia bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka. Pada masa Republik Indonesia Serikat (RIS), Iwa menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

Tak cuma galak kepada pemerintah kolonial Belanda, Iwa pun kritis menyerang pemerintahan Sjahrir yang dianggapnya menjalankan politik kolaborasi dengan Belanda. Iwa ditangkap dengan tuduhan terlibat dalam Peristiwa 3 Juli 1946, percobaan kudeta terhadap Kabinet Sjahrir II. Namun Bung Karno membelanya, beliau meminta pengadilan bersikap “lembut” kepada rekan revolusinya itu.

Kedekatannya dengan Tan Malaka dan pernah menuntut ilmu di Moskow juga membuat Iwa dituduh berhaluan komunis oleh lawan-lawan politiknya. Lagi-lagi Bung Karno pasang badan, dalam rapat kabinet ia membela penuh Iwa dan meminta nama baiknya segera dipulihkan.

Sejak 1953 hingga 1955, ia terpilih sebagai Menteri Pertahanan di Kabinet Ali Sastroamidjojo. Setelah Kabinet Ali  menyerahkan mandat pada tahun 1955, Iwa  kembali ke daerah asalnya dan aktif di Badan Musyawarah Sunda. Pada tahun 1956, Badan Musyawarah Sunda menekankan pentingnya pembangunan sebuah universitas di wilayah Jawa Barat, suatu keinginan yang diungkapkan dalam Kongres Pemuda Sunda.

Pada tanggal 14 Oktober 1956, Iwa diundang untuk menghadiri rapat penyusunan Panitia Pembentukan Universitas Padjadjaran. Pemilihan nama ‘Padjadjaran’ untuk universitas ini terinspirasi dari sejarah Kerajaan Sunda, yakni Kerajaan Padjadjaran.

Pada tanggal 30 Oktober 1957, ia dilantik menjadi Presiden Universitas Padjadjaran. Jabatan ini diembannya selama lima tahun, yakni sejak 1957 hingga 1961.

Pada tahun 1958, Iwa Kusumasumantri diangkat sebagai Rektor Pertama Universitas Padjadjaran di Bandung. Bertepatan dengan 2 April 1958, di hadapan civitas akademika dan anggota Dewan Kurator Unpad, Iwa Kusuma Sumantri menyampaikan pidato inaugurasi sebagai Guru Besar Ilmu Hukum Pidana. Iwa Kusuma Sumantri memberi judul pidato inaugurasinya ‘Revolusionisasi Hukum Indonesia’.

Menurut  Iwa, revolusionisasi hukum adalah cara perubahan yang revolusioner berdasarkan cita-cita revolusi bangsa Indonesia, yaitu penyusunan hukum yang menjadi dasar bagi suatu masyarakat yang adil dan makmur.

Revolusionisasi hukum mencakup pengertian mengganti sistem (hukum) penjajahan dengan sistim nasional yang memberikan perlindungan kepada rakyat.

Dengan gaya revolusionernya, selama masa kepemimpinan sebagai rektor (1958-1961), banyak perubahan diterapkan. Beberapa di antaranya mencakup penggantian sistem perpeloncoan dengan masa perkenalan yang lebih sesuai dengan semangat kemerdekaan, serta usulannya untuk merancang Undang-Undang Perguruan Tinggi guna meningkatkan kualitas pendidikan.

Iwa Kusumasumantri wafat pada 27 September 1971 dan dimakamkan di Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta.  Walau rekan-rekan seperjuangannya telah diangkat menjadi pahlawan nasional, rezim Orde Baru tak membiarkan nama Iwa lolos menjadi pahlawan nasional. Rezim militer sangat alergi pada sosok revolusioner.

Barulah setelah rezim Orde Baru ditumbangkan gerakan mahasiswa, Iwa diangkat menjadi pahlawan nasional dengan SK yang ditandatangani oleh presiden Megawati tahun 2002. Putri Bung Karno yang pernah mengenyam kuliah di UNPAD ini tentu sangat kenal dengan sosok progresif dan revolusioner dari Iwa Kusumasumantri yang kerap dibela oleh ayahnya.