Letusan Pagi hari di Situ Patengan

diklat shby Riza Fahriza

Di tengah keheningan pagi hari, di sebuah sudut perkebunan teh kawasan Situ Patenggang, tiba-tiba saja terdengar letusan hingga membangunkan siswa Diklatdas XIII PALAWA UNPAD yang sebagian tengah terlelap tidur setelah keletihan mengikuti pendidikan tersebut.

Saat itu, kabut tipis turun perlahan-lahan ke arah dedaunan hijau teh, kontan sebagian siswa langsung sigap dan khawatir itu adalah aba-aba baru dari pelatih.

Kitapun saling melirik dan bertanya-tanya apakah itu ledakan dari petasan yang tentunya bukan bom teroris, kemudian mata sebagian rekan-rekan tertuju ke bivak yang berada dipojokkan area siswa.

Pasalnya dari pojokkan itu, awal bunyi ledakan yang membahana di areal siswa. Mata kita tertuju kepada salah seorang siswa yang dikenal dengan namanya Windi Luis, dia tampak tersenyum-senyum yang mungkin hanya sekadar menutupi rasa malunya.

—Sori Win, saat itu rambutmu acak-acakkan tidak karuan, maklum jauh dari perawatan salon, hehehehe—. Selidik punya selidik ternyata ledakan itu berasal dari sekaleng korned yang sampai sekarang tidak terpikirkan oleh saya, maksud Windi di pagi itu begitu sigapnya memasak.

Terpikirkan oleh saya. “Meureun Windi nuju lapar, and ingat rumahnya tea,” begitu seloroh dari diriku.

Eh tidak lama kemudian, terdengar suara “Ngenah euy,” dan suara itu berasal dari samping saya yang tentunya bukan hantu tentunya mana mungkin hantu hadir pada pagi hari kecuali hantu yang kesiangan.

Sayapun langsung menoleh ke kiri, ternyata itu si Ayep rekanku yang tertidur dengan bungkus plastik packing yang mengatakan dua kata bahasa Sunda itu, perlu dipertegas “Ngenah euy,”.

Kalau tidak salah Ayep saat itu, tengah tertidur dengan mengenakan baju yang teramat rapih, sedikit gambaran bagian leher kemeja lapangannya dikancingkan dan bagian tangannyapun tidak dilipat seperti siswa lainnya melainkan dipanjangkan dan diujungnya dikancingkan juga hingga mirip pegawai kelurahan.

Padahal beberapa menit sebelumnya, dia tampak tertidur manis sembari menyunggingkan senyum nu hayang dipasihan gepuk. Maklum saat itu beliau keletihan setelah semalamnya di tambling abis oleh pelatih gara-gara hoyong uih di kawasan Citatah.

Kitapun bingung apa maksud ngenah itu, dan baru diketahui ternyata seonggok daging dari letusan korned itu mengenai mulutnya dan langsung dikunyah. “Yep…Ayep, nuju laparnya,” kata rekan-rekanku satu kelompok.

Eh si Ayep itu, cuek sajah dengan omongan itu, dan dia terus melanjutkan tidurnya hingga pada akhirnya datang pelatih membangunkan kita untuk sigap untuk segera memasak sarapan pagi.

Sampai sekarang Situ Patenggang bagi kami angkatan Saba Halimun, menjadi tempat yang paling enak dikenang, dan di sanalah nyali persaudaraan itu diuji terlebih lagi banyak sekali insiden yang teramat manis dikenang.

Kenangan teramat manis adalah saat Deden kata pelatih kesurupan hingga diberi obat penenang yang tentunya bukan Nipam, Rohypnol, Mogadon atau lebih parahnya obat yang paling digemari rekanku Eris yakni Padi Kapas —kalau dikatakan asli setelah digesek-gesek ke bagian celana jeans and terus dilempar ke tembok dan tidak hancur—.

Sedikit cerita lagi adalah saat penyeberangan survival yang dimana salah satu siswa panik dan meneriakkan kata-kata “Mama…Papa,” siapakah itu? pembaca tentunya sudah tahu maksud penulis yang tidak lain adalah saya, xPLW 012 —saya tidak malu untuk mengaku ketidakmampuan saya untuk berenang, tp pembaca sudah tahu kan kemampuan saya soal berenang (baca edisi sebelumnya)…

Terkadang kenangan itu, masih sekelebat terbayang dan sayapun tersenyum begitu pula dengan saudara-saudaraku angkatan SH lainnya.

Sampai sekarang, hubungan kita sesama angkatan SH yang sempat terputus dan kembali dijalin melalui dunia maya dan kenangan itu masih sering terlontarkan seperti Ayep yang mengatakan “Lur, baheula lamun teu salah urang satu kelompok nya jeung Deden,”.

Mudah-mudahan persaudaraan kita jangan sampai terputus kembali dan dilanjutkan oleh anak-anak kita bahkan cucu-cucu kita nanti…wassalam…