Musim pengembaraan adalah waktu yang ditunggu-tunggu oleh para petualang di kampus. Mereka telah dibekali skill yang cukup untuk mengexplorasi medan blank spot apapun di bumi nusantara. Musim pengembaraan adalah sebuah momen untuk mempraktekan skill yang telah diwariskan para pemburu tua secara turun menurun. Maka hampir setiap tim pengembaraan selalu disertai oleh anggota senior sebagai mentor, walau bukan merupakan hal yang mutlak. Terkadang adakalanya sumberdaya yang ada dalam organisasi tak memungkinkan adanya anggota senior yang turut serta. Saat musim pengembaraan tahun 1992 misalnya, tak ada senior yang menemani tim pengembaraan Ujungkulon dan Rinjani.
Pengembaraan adalah sebuah perjalanan petualangan yang unik, lain dari petualangan mendaki gunung biasa. Selain suatu alur aturan organisasi yang harus diikuti, momen ini adalah sebuah adaptasi dini antar personal dan alam liar yang sebenarnya. Diklat hanyalah simulasi, disinilah medan yang sesungguhnya. Ini adalah sebuah proses pencarian dan penempaan diri yang sarat emosi dari individu yang masih hijau dalam dunia petualangan. Bagai sebuah untaian bait puisi, seperti Columbus berjalan terus ke depan kembali ke sini, seperti Rumi batin mengembara jauh bertemu diri sendiri .
Ketika saatnya memulai seringkali hal-hal diluar dugaan terjadi di tengah perjalanan, di akhir perjalanan bahkan di awal saat kita melakukannya. Pada saat itu terjadi, skill teknis bukanlah hal utama dan seringkali tidak membantu namun kematangan pribadilah yang mulai ditempa. Mereka belajar untuk melihat sesuatu yang tak tampak, mendengar suara-suara yang tak terucapkan dan mengendapkan ego-ego yang paling liar.
Begitulah, apa yang terjadi ketika melakukan pengembaraan seringkali di luar apa yang diperkirakan sebelumnya. Sebuah kalimat bijak benar adanya ,”..bila sesuatu di luar dugaan terjadi, saat itulah petualangan dimulai. Karena bila semuanya terjadi sesuai prediksi dan perkiraan di awal, itu bukanlah petualangan sesungguhnya.”
Seringkali tim-tim pengembaraan yang pergi akan dilihat dengan penuh rasa cemburu , bukan dalam arti negatif melainkan iri pada semangat, kebersamaan dan sebuah misi. Mereka yang telah lulus pengembaraan sebelumnya pun selalu tergiur untuk turut serta. Banyak yang mengikuti pengembaraan lebih dari sekali, bukan karena keharusan untuk mengulang namun tergoda oleh sensasi petualangannya yang lain dari yang lain. Bila ada kesempatan saya tak pernah melewatkan kesempatan untuk ikut pengembaraan bila ada tim yang berangkat. Alhasil ikut empat kali di medan Ujungkulon (1992), Tambora (1993), sungai Ayung (1994) dan Argopuro (1995).