“Scott for scientific method, Amundsen for speed and efficiency but when disaster strikes and all hope is gone get down on your knee and pray for Shackleton.”
Sir Ernest Shackleton mungkin tak sepopuler penjelajah kutub semasanya seperti Roald Amundsen dan Robert Falcon Scott, namun jauh hari kemudian ketika leadership menjadi isu yang penting, penjelajahannya kembali diperbincangkan dan ia disanjung-sanjung sebagai sebuah figur kepemimpinan. Penjelahannya yang paling terkenal dilakukan tahun 1914 dalam Imperial Trans-Antartic Expedition dengan kapal HMS Endurance di Antartika. Dalam ekspedisi inilah Shackleton membuat apa yang tampak mustahil menjadi kenyataan sehingga menjadikan dirinya termashsyur dan ia menjadi legenda bahkan semacam dikultuskan dalam dunia petualangan.
Ernest Henry Shackleton, kelahiran Inggris (15 Februari 1872 – 5 Januari 1922) merupakan salah satu penjelajah paling menonjol pada masa-masa heroik eksplorasi Kutub. Kala itu kutub merupakan kontur bumi yang paling menantang bagi para penjelajah kelas dunia. Ia memulai penjelajahannya di Kutub Selatan sebagai perwira dalam Discovery Expedition pada tahun 1901-1904 yang dipimpin Scott. Pada tahun 1907 ia memimpin tim Nimrod Expedition ke Antartika dan tahun 1909 berhasil melakukan pencapaian darat sejauh 190 km di Kutub Selatan. Atas pencapaiannya itu Shackleton dianugerahi gelar Sir oleh Raja Edwards VII.
Pada ekspedisi tahun 1914 Shackleton bermaksud melakukan perjalanan darat (overland) melintasi kutub dari satu ujung ke ujung lainnya, sesuatu yang berlum pernah dilakukan siapapun. Ia memulai perjalanan dari South Georgia di Atlantik Selatan dengan 27 orang crew. Namun pada bulan Januari 1915 iklim kutub yang ganas membuat Endurance terperangkap di lautan yang beku selama berbulan-bulan dan secara perlahan membuat kapal itu hancur lalu tenggelam di bulan Oktober 1915.
Mencari pertolongan
Seluruh crew harus bertahan hidup selama enam bulan diatas lapisan es dan baru pada bulan April 1916 mereka dapat meninggalkan lautan yang beku dengan tiga sekoci penyelamat yang tersisa. Mereka menuju Elephant Island yang tak berpenghuni di Atlantik Selatan. Setelah crewnya mendapat tempat berlindung di Elephant island, Shackleton bersama dua crew kembali berlayar menggunakan perahu sejauh 800 mil di lautan lepas mencari pertolongan.
Baru sebulan kemudian Shackleton berhasil mencapai daratan South Georgia, namun mereka mendarat di tempat yang salah sehingga melanjutkan dengan perjalanan kaki tanpa henti melalui gurun es dan pegunungan selama 36 jam untuk mencapai pos. Dari South Georgia ini kemudian Shackleton hampir tak terhitung berusaha menyelamatkan crew nya yang tertinggal di Elephant island namun selalu gagal karena cuaca buruk.
Setelah sekian kali usahanya gagal menyeberangi lautan es, baru pada bulan Agustus dengan bantuan sebuah kapal tug Yelcho dari pemerintah Chili, Shackleton berhasil menembus lautan es menuju Elephant island untuk menyelamatkan seluruh crewnya yang tertinggal.
Penyelamatan crew HMS Endurance
“Wild, there’s a ship, shall we light a fire?” suara Marston seperti tersedak pada rekannya, Wild, yang sedang memasak anjing laut sebagai menu makan siang hari itu.
Segera saja seluruh crew HMS Endurance heboh berlarian menuju pantai. Pada tengah hari yang cerah dan dingin itu mereka melihat kapal tug Yelcho perlahan mendekat. Bagai sesuatu yang mustahil, tapi mereka terselamatkan setelah lebih dari satu tahun terjebak di kutub.
Pada tanggal 30 Agustus 1916 ketika harapan akan datangnya bantuan telah hampir sirna, Shackleton dengan membawa kapal tug Yelcho berhasil mencapai daratan Elephant island dan seluruh crew yang tertinggal berhasil dievakuasi. Shackleton melakukan apa yang tampaknya mustahil untuk dilakukan: melintasi lautan lepas yang bersuhu beku sepanjang 800 mil kemudian berjalan kaki melintasi padang es dan pegunungan hanya untuk kembali sejauh itu demi menyelamatkan anak buahnya. Sehingga kemudian termahsyur sebuah kalimat ; “Scott for scientific method, Amundsen for speed and efficiency but when disaster strikes and all hope is gone get down on your knee and pray for Shackleton.”