Berita gempa dan tsunami di Palu didapat kala tim Tanggap Bencana masih bergelantungan di tebing-tebing Senaru, Lombok memperbaiki pipa air. Saat mendengar berita tsunami, sekilas langsung terpikir bahwa skala bencana yang terjadi pastilah lebih besar dari bencana Lombok. Setelah pengiriman tiga sorti relawan ke Lombok, sebetulnya operasi kemanusiaan di Lombok ini memang memasuki tahap akhir. Kami berencana mengevakuasi diri dalam tahap relief dengan program pipanisasi di Senaru sebagai ending.
Tsunami Palu membuat skenario evakuasi dipercepat. Bukan karena personilnya akan dikirim ke Palu, namun resources organisasi harus dialihkan ke front Palu. Sambil mempersiapkan serah terima program pipanisasi ke warga, tim Disaster Manajemen Yayasan Palawa Indonesia (YPI) dengan cermat mengikuti detik demi detik berita bencana Palu untuk melakukan assesment cara pengiriman tim untuk operasi kemanusaan ke Palu. Koordinasi dengan DP Palawa Unpad dilakukan dengan satu misi bersama: operasi kemanusiaan.
Bila di Lombok, personil dari Yayasan yang turun sambil membawa beberapa anggota aktif PLW, maka dalam operasi kemanusiaan di Palu yang turun adalah full anggota aktif. Sehingga operasi di Lombok seperti ajang mabim (masa bimbingan) sebelum turun ke bencana yang lain. Bukankah mabim memang hanya sekali,sebelum turun ke medan operasi sesungguhnya.
Setelah mencermati bencana Palu, Puskodal Tanggap Bencana YPI berkesimpulan bahwa perlu modifikasi dalam skenario yang penyaluran bantuan. Sistem sniper tak bisa segera dilakukan, karena listrik dan telekomunikasi lumpuh pada minggu pertama, demikian pula bandara Palu tak bisa didarati pesawat komersil. Hanya Hercules milik TNI yang bisa mendaratinya.
Sebagai organisasi yang ingin indepeden dalam operasi kemanusiaan, tidak terkungkung dalam birokrasi penyaluran bantuan khas aparat, diputuskan menunggu penerbangan komersil beroperasi kembali di Palu. Baru setelah itu tim Tanggap Bencana diberangkatkan..
Personil yang berangkat adalah Rizki, Faiq dan Baim. Selain penyaluran bantuan, terdapat misi tambahan kali ini yaitu menelusuri alumni UNPAD yg terdampak bencana di Palu dan sekitarnya. Kami merasa berkewajiban melakukannya karena espirt de corps sebagai satu almamater. Menelusuri segelintir orang di daerah porak poranda seperti dalam film Saving Private Ryan kelihatannya misi yang berat bagi tim muda. Namun dengan doa dan bantuan semua pihak terutama dari para alumni UNPAD sendiri, misi ini bisa terlaksana walau dengan banyak keterbatasan.
Ada hal yang menarik dari cerita-cerita di posko saat tim berbincang dengan lembaga-lembaga bantuan lain di Palu. Mereka datang dengan dana donasi yang berlimpah untuk disalurkan. Sekilas ini membuat tim Saving Prviate Ryan UNPAD yang memiliki resources terbatas tampak inferior. Namun ini bukanlah tentang donasi sebanyak apa yang dibawa, melainkan tentang mencari anggota sendiri, mencari dan membantu saudara satu almamater. Medan paling ekstrim pun akan kami lalui untuk misi penyelamatan ini. Bukankan solidaritas itu yang diajarkan kepada kami dulu? Kami pernah berjanji untuk menjunjungnya dan walau dengan banyak keterbatasan, tak akan mengingkarinya.
“Masyaallah.Jangan pakai kata cuma Kang. Sangat membantu insyaallah. Kami survey dulu daerah dan kebutuhannya dl ya, kang. Insyaallah kami laporkan begitu siap salur..” sebuah balasan dari sejawat almamater yang kami sambangi dengan cuma bisa membantu sebisanya. Mudah-mudahan dimasa yang akan datang kami bisa lebih membantu bila ada sejawat yang memerlukan bantuan.
Satu harapan kami agar suatu saat UNPAD selain dikenal karena keilmuannya, juga dikenal atas kepedulian pada kemanusiaannya. Bahwa solidaritas kemanusiaan antar alumninya begitu kuat, sehingga orang-orangtua akan lebih bangga lagi mengirimkan anak-anaknya menimba ilmu di institusi pendidikan yang memiliki kepedulian kemanusiaan yang tinggi.