Sepanjang Gunung Tilu dan Patuha : Komandoooo ..!

10352589_10203217774758723_4353173717851345232_n

by Dodi Rokhdian

 

Subuh yang melenakan, di sekitar hanya terdengar bebunyian alam, bivak kami diselimuti kabut yang turun dari langit (meski aku tak melihat tangganya). Betapa tak nyamannya tempat tidur kami, atapnya alam, lantainya alam, bercampur mewangian tak sedap dari pakaian dan kaos kaki basah. Uh sepatu itu pun mengeluarkan aroma khas-nya, “uab utapes mamen” seru sekalian alam.

Tiba-tiba melengkinglah peluit yang nyaring, “prit..prit..prit “ Aku tersentak setengah tak sadar, masih menimbang makna bunyi peluit itu, “Wasit goblog kah? Ah, bukan, itu tanda kami harus segera bangun, tanpa sikat gigi apalagi sarapan, siap, dan segera kami berkumpul dilapangan sedikit datar. Kami harus binjas, senam rutin tiap pagi buta, dan wajib hukumnya. Lalu kami pun bergerak-gerak menirukan gerakan pelatih, tepatnya keinginan gerak yang diinginkan pelatih. Nah ini dia, binjas kali ini mirip latihan tenaga dalam. “Siap semuanya, tahan nafas, dan buk-buk”

Perut kami dipukulin satu demi satu, katanya biar kuat, atau biar ngajoprak. “Duuttt,” sesuatu tiba-tiba berbunyi dikeheningan pagi itu. “Konsentrasi tuan, plak” Siswa Dudung nampak terjerembab di peringati pelatih karena merespon pukulan ke perutnya dengan hembusan angin yang keluar dari bagian bawah, dan angin itu pun berhembus tercium semerbak mewangi. Thanks god this is a really natural from below. Itu momen binjas di pagi buta, harinya aku tak ingat, kira-kira dua minggu-an di medan operasi, dan aku jadi tahu, bahwa selain kami, Paskhas pun sedang berlatih di Gunung yang sama. Itu kabar dari pelatih, dan aku percaya, karena kemudian beberapa kelompok paskhas lewat menempuh tempat kami binjas.

“Komando, komando ..!” Teriak mereka dengan lantangnya, lantang dan semangat, entah ikhlas atau kepaksa mereka teriak begitu, aku tak tahu, karena dibelakang teriakan paskhas tersebut mengikuti pelatih garang mereka dengan sebuah tongkat kayu dan senapan AK 47. “Komando!” lamat-lamat menjauh suara mereka ditimpali suara dar-der-dor senjata yang menggelegar.

“Ayo semangat tuan, siapa kalian?” Ini teriakan pelatih kami, bukan pelatih paskhas, “PALAWAA..” dan ini teriakan kami, yang bersahut-sahutan saling balas dengan teriakan komando dari para Paskhas. Jika pashas diiringi suara dar-der-dor maka binjas kami ini diiringi suara plak-plek-plok dari bunyi pipi di usap dengan agak keras. “Plak ..” duh jadi hangat dan agak perih pipi ini oleh sebab kami sedikit mengkorupsi hitungan push up.

“Oh beginilah nasibnya palawa, diosol-osol, dan diadu-adu, tapi biar tidak apa, asal untuk palawa, naik dan turun gunung, tidak pernah bingung”

Kami pun segera berpindah lokasi latihan lagi, long march dari arah gunung tilu ke sisi selatan hutan di sekitar Patuha mengikuti jejak latihan para komando pasukan khas TNI AU. Di sinilah cerita dimulai, saat kami harus membuat base camp, di sisa-sisa lokasi Paskhas membuat bivak. Hari sudah malam kami diberhentikan danop di suatu lereng gunung patuha dalam format dibariskan. “ya, tuan-tuan dipersilahkan membuat bivak regu, lakukan dengan cepat, semakin cepat semakin lama kalian beristirahat” Seru danops Bonk. “Ada pertanyaan?” katanya lagi.

Tanpa membutuhkan keberanian , siswa Sobur tanya padanya, karena menanyakan sesuatu sesungguhnya tak perlulah butuh keberanian, beda kalau hendak berkelahi dengan harimau, itu pasti butuh keberanian, ”Dimana lokasinya kang, berapa lama waktunya?”
“Silahkan pilih di sekitar lereng ini, selamat malam” kata danops sambil membubarkan barisan kami, yang segera memilih tempat.

“Dimana alusna euy?” kata salah seorang dari kami digelap malam yang membuat kami tak leluasa saling terlihat. “Alusna mah di imah ari rek istirahat mah euy, haneut ..” Seru seseorang mencoba heureuy garing. Siapa yang tak ingat kamar di rumah, siapa yang tak ingin segera pulang? Tanyaku di dalam hati.

“Peking maneh kamana?” kata Sobur mengingatkan saudaranya yang tampak linglung mau bergerak ke arah bivak pelatih,”Sugan teh barudak euy, pek tek Kang Budi,” kata Peking. “Terus?” Kata Sobur. “digaplok euy, manehna mesen ka urang menta barudak sigap jeung konsen” Kata Peking dengan pede-nya. “eta mah maksudna jang maneh peking, maneh dunla, teu konsen”.

Peking memang lama kehilangan cairan, tubuhnya loyo bagai bunga yang kekurangan air, dia menjadi pusat perhatian kami, karena konsentrasinya hilang timbul dehidrasi. “Bur ceuk kang Tera, ieu lokasi di ciamis, jauhnya urang longmarch teh?” Kata peking ngelantur, “Wah geus deukeut ka pangandaran atuh king, urang ngojay atuh, mawa kolor renang teu King?” Kata Sobur becandain Peking yang mulai berhalusinasi. “Heunteu ah, sieun ngojay mah, sieun Nyi Roro Kidul” Ujar Peking sambil nanya balik ke Wawan Barang, “Maneh Wan, sieun teu ku Nyi Roro Kidul?”. Wawan pun nyeletuk penuh kebijaksanaan, “Ku alloh urang mah sieun king, jeung ku Binjas, geus ah molor, isuk sholat ied king, lebaran .. “ Kamipun tertawa melupakan kepenatan dan kesengsaraan Diklat IX ini, “sok atuh urang nyieun kupat, ”

Malam itu kami membuat bivak dengan cepat, karena lahan bivak kami adalah bukaan bekas Paskhas membuat base camp. Maklum tentara, hutan dirobahnya menjadi lapangan terbuka, dengan potongan pohon sepaha tumbang dimana-mana. Sebagian menempati bivak bekas mereka dengan sedikit perbaikan di sana sini. di Pagi buta kami dikumpulkan binjas, langit tak begitu gelap tak begitu terang, kabut tak turun kali ini (mungkin tangganya hilang diambil paskhas). Dan angin pun berhembus ketika matahari mulai bersinar dipagi itu, semilir angin itu memberi tahu kami, bahwa kami semalam tidur di atas tanah bekas paskhas membuang hajatnya. “ king bau naon euy, tonggong maneh bau tai,” Berbisik seseorang melontarkan pendapatnya,”Maneh meureun, enya euy barau kieu nya”.

Sehabis binjas, saat menyiapkan sarapan menjelang apel pagi, ketahuan lah sumber bau saat Binjas tersebut. “Oiiii, gening komando marodol di bivak euy, anjirrr tega euy paskhas ka aing,” Seru Wawan dan sekalian alam. “Gening ABRI mah lewih berbobotnya bur?” Tanya wawan.“Sumuhun Wan. Paskhas tea, atuh” Kata Sobur. Menjelang apel pagi, sehabis sarapan pagi, tiba-tiba terdengar teriakan diantara bivak kami,”Komandooo, komandoo” Lantang suaranya dan kami mengenal suara siapa gerangan itu. “Bur keur naon euy?” Tanya kami. “Kadieu euy urang keur modol, komando …!”

Dan kami pun nyerengeh tak terkira, siapa sangka semua bisa dijadikan pembelajaran, termasuk teriakan itu, teriakan komando yang akan membantu proses keluarnya limbah diperut kami. Maka renungkanlah saat kau berada di momen buang hajat, teriakanlah komando agar semua lancar dan sukses. Komandoooo .. !