Komandan Dapur

10400315_1144314461584_6981603_n

Logistik makanan merupakan perbekalan vital dalam sebuah petualangan di alam liar. Namun kerap perbekalan ini saja tidak cukup namun harus ada kreatifitas bahkan passion untuk menyiapkan masakan yang mumpuni. Tidak perlu mewah, namun cukup menyenangkan untuk dinikmati bersama.  Acara memasak dapat menjadi momen yang menyenangkan dalam sebuah petualangan di alam bebas. Even ini sangat tepat untuk mengendorkan urat saraf yang menegang selama perjalanan dan memulihkan tenaga serta kekompakan tim. Canda tawa yang mengiringi merupakan bumbu penyedap tersendiri dalam menyiapkan masakan.

Sangat beruntung bila dalam tim ada anggota yang memiliki insting dalam memasak, bahkan memiliki passion untuk menyiapkan hidangan bagi semua anggota tim. Tak setiap bepergian kita akan beruntung dapat bersama rekan yang memiliki insting ini. Namun bersama Dudung, kekhawatiran akan kelaparan tak perlu ada. Sosok yang satu ini selalu memiliki caranya tersendiri dalam mengatur logistik tim. Seolah ia memiliki indra keenam untuk itu.

 

Masak di kondisi ekstrim

Dalam kondisi paling ekstrim sekalipun Dudung tetap dengan optimis mengeluarkan peralatan memasaknya. Walau hujan mengguyur atau pada dingin yang menggigit ia dengan lincah memainkan handril, sendok dan nesting diatas kompor, lalu mulai meracik berbagai bahan makanan.  Sebutir telur dengan cermat akan dibagi sebanyak anggota tim  dengan ukuran  yang  -ajaibnya- sama. Bahkan dalam bivak saat menjadi siswa ia memasak cireng dengan anggunnya. Kadang kita akan melihat carrier yang dibawanya seperti melihat buntelan ajaib Pak Jenggot. Entah keajaiban apa yang sewaktu-waktu dikeluarkannya.

Beberapa bahan masakan secara ajaib muncul dari carriernya seperti telur, tomat, tepung atau jagung. Telur? Siapapun akan menggaruk-garuk kepala bagaimana ia menyimpan beberapa butir telur dengan aman dalam berbagai petualangan yang kasar. Dudung menjaga bahan-bahan masakan seperti seorang fotografer menjaga lensa-lensa kameranya  dan seorang pustakawan memperlakukan buku-bukunya.

Namun jangan coba-coba mengusik otoritasnya dalam cooking departement ini.  Ia dengan tegas menghardik siapapun yang berniat mencoba-coba masakan sebelum dihidangkan. Wilayah dapur berada dalam pengawasannya dengan ketat, hingga sesendok garam sekalipun. Kala sebivak dalam diklat saya lebih suka mempercayakan semua acara memasak kepada Dudung. Lebih baik saya menuruni bukit membawa jerigen  mencari air, membangun base camp atau mencari kayu untuk membuat api unggun.

 

Semangat kembali pulih

Kala pengembaraan dimana ruang yang tersedia sedemikian sempit dimana setiap orang hanya dapat duduk dibawah flysheet dalam hujan yang mengguyur, aksi Dudung tak ubahnya bagai  atraksi sulap David Coperfield. Walau kondisi gelap di malam hari, dengan heroik sedikit demi sedikit ia mengumpulkan berbagai bahan masakan dari tiap carrier yang dibawa. Semua memandang inisiatifnya dengan kuyu dan sedikit apatis, namun perlahan tapi pasti acara makan malam menjadi kenyataan. Dari mulai suara nesting yang saling beradu,  kompor yang mulai memercikan api, hingga aroma makanan yang mengepul. Perlahan tapi pasti pula saya merasakan semangat tim yang kembali pulih setelah dua hari dalam kondisi badai. Ketika makanan telah habis disantap kami merasa lebih dari siap untuk kembali menghadapi cuaca buruk esok hari.

Masakan racikan Dudung sebetulnya tak istimewa, rasanya standar warteg saja. Namun dalam kondisi lelah, basah atau suhu yang menusuk maka inisiatif dan determinasi untuk memasak adalah segalanya.  So..., barangkali koki yang ekstrim bukanlah chef di rumah makan dan dapur hotel yang meramu bahan-bahan makanan yang aneh atau menjijikan menjadi hidangan yang lezat, namun mereka yang memasak biasa-biasa saja namun melakukannya ditengah kondisi yang ekstrim seperti cuaca buruk, base camp yang luluh lantak dan dalam keletihan yang mendera.