Heading North

hercules

Life is something to do when you can’t get to sleep. Fran Lebowitz

 

Hampir dua dekade silam semangat menyala-nyala merasuki  legiuner petualang di kampus. Berbekal idealisme segar, persahabatan, dan kekuatan yang diserapnya dari alam liar, obsesi untuk melakukan sapu bersih pada puncak-puncak berketinggian 3.000-an meter ke arah Timur  setapak demi setapak dilakukan. Ambisi Go to East ini bukan ekspedisi resmi namun lebih merupakan semangat  dari para aktivis petualang  kala itu.

Maka gugusan puncak gunung ke arah Timur dari kota Bandung menjadi ajang kesungguhan mereka menamatkan misi suci, dari gunung Ciremai hingga Carstenz. Bagai tak pernah kekurangan gairah, gelombang demi gelombang tim petualang bergegas ke arah Timur untuk menuntaskan ambisi pendakian. Setiap orang telah merasakan jatuh bangun di pegunungan hanya agar syal kuning bisa berkibar disetiap puncaknya. Bertahan di cuaca ekstrim, merayapi lereng pasir dan bebatuan, berjuang hingga titik akhir karena percaya pada rekan disamping.  Lalu seiring surut berkegiatan di kampus, nyala api yang pernah menghanguskan itu kemudian meredup dengan sendirinya.

Bila duapuluh tahun lalu kita bergerak ke arah Timur, kini mari bergerak ke arah Utara. Batas negara  tak lagi relevan, kontur bumilah yang menjadi ajang kesungguhan.  Heading North, all bradeh.    Andai tak berhasil mencapainya pun merupakan sebuah kehormatan menjalaninya bersama

Puncak- puncak gunung di Utara menunggu untuk kembali berkibarnya syal kuning dengan gagah. Gunung Apo yang merupakan gunung tertinggi di Filipina, Gunung Kinabalu yang merupakan puncak tertinggi di Malaysia dan atap Indochina yang terletak di Gunung Fansipan, Vietnam. Lalu tentunya Nepal sebagai “ibukota” dunia pendakian gunung, dimana kita bisa merayapi lereng gunung-gunung paling mahsyur di dunia dan bertandang ke tempat para dewa-dewa bersemayam.