Mencicipi Daging Cobra di Situ Lembang

 

kobraMateri  survival merupakan salah satu pelajaran wajib dalam kurikulum diklat mahasiswa pecinta alam, karena merupakan bekal bila terpaksa harus menghadapi  situasi darurat tanpa perbekalan makanan di tengah alam liar. Walau tidak setiap saat diberikan, ada kalanya siswa diperagakan cara menguliti dan memakan ular berbisa. Kalau tidak berbisa tentu akan lebih mudah menanganinya, namun ular berbisa seperti Cobra atau ular derik tetap bisa dimakan dengan treatment yang sedikit berbeda.

Setelah bisanya dikeluarkan dan kepalanya dipenggal, kulit ular kemudian dikuliti dengan sekali tarikan kuat lalu barulah dipotong-potong untuk dijadikan sate atau digoreng. Dibanding melihat acara Wild Chef di Indovison, tayangan live seperti ini jelas membuat lebih merinding.

Itulah yang diajarkan oleh personil Kopassus kepada para siswa dalam diklat PALAWA di Situ Lembang. Tiga ekor ular berbisa seukuran dua jari tangan menjadi collateral damage dalam diklat kali ini, disembelih lalu dimakan. Kami yang kebetulan hadir di Situ Lembang ikut dipersilahkan mencicipi daging ular Cobra bahkan meminum empedu atau darahnya bila mau.

Awalnya ragu bahwa ular  itu merupakan spesies yang perlu dilindungi, namun personil Kopassus  membisikkan sesuatu.

“Ular-ularnya dibeli dari pet shop di Bandung,” bisiknya.

“Jadi bukan ditangkap disini?” tanya saya heran.

“Oh bukan, tentu saja..kan harus dilestarikan,” ujarnya tersenyum.

Saya  sedikit lega karena merasa tak membunuh hewan liar, namun tentu saja kepada para siswa diceritakan bahwa  ular-ular berbisa itu merupakan hasil tangkapan yang heroik di Situ Lembang hehe.. Walaupun begitu tetap agak ragu-ragu juga. Namun tidak dengan Riza, ia langsung menelan empedu ular Cobra itu tanpa ragu.

“Buat stamina, Kang,” katanya mengedipkan sebelah matanya.

Oh, termasuk demikian ternyata manfaatnya. Kemudian potongan-potongan daging ular yang diberikan itu saya tusuk seperti sate untuk dipanggang di atas kayu bakar dari api unggun yang menyala malam itu. Tak sampai lima menit kemudian daging itu sudah matang.

“Bisa sebagai pesan moral supaya orang gak macem-macem,” kata Bano yang ahli pus-prop  (perang urat syaraf dan propaganda) itu dengan senyum tersungging.

Kriuk..kriuk… saya mencoba mengecap rasa daging itu. Eh, ternyata tak ada yang istimewa dari rasanya, bahkan terasa banyak duri yang mengganggu. Selebihnya polos saja tidak berasa, lantas  karena tidak merasakan sensasi apa-apa saya tak melanjutkan lagi. Mending makan daging ayam bakar saja, lebih enak dan membikin kenyang.

Menurut saya bila masih ada daging kambing atau ayam buat apa makan ular. Biarlah burung elar yang memakannya. Cukuplah mengetahui bahwa berbagai  jenis hewan bisa dimakan untuk keadaan darurat, termasuk berbagai jenis ular seperti Cobra. Itulah inti latihan survival di hutan  yang masih liar di Situ Lembang ini.