Kuphil dan Opik demikian penasaran dengan perbatasan darat antara Vietnam dan China, sehingga mereka sengaja memisahkan diri dari kelompok yang masih defensive di kota Sapa. Mereka memanfaatkan jeda sehari team yang beristirahat di Sapa untuk mendatangi perbatasan darat China-Vietnam di Lao Cai. Tentu saja mereka tak bisa memasuki negara China karena tak punya visa. Namun mendatangi gerbang perbatasan darat saja sudah cukup memuaskan kepenasaran. Itulah sepenggal perjalanan di Vietnam Utara pada tahun 2011 lalu ketika la grande armee melakoni berbagai petualangan ke mancanegara secara massif.
Dikatakan bila perjalanan sudah mendekati perbatasan maka hanya tinggal waktu saja akan melewatinya. Beberapa misi kecil telah sampai di kota-kota perbatasan darat dengan China selama ini. Selain kota Lao Cai di Vietnam, mereka juga singgah di Luang Namtha (Laos), Chiang Kong (Thailand), Myanmar dan Hong Kong. Walau hanya backpackeran, sebenarnya sudah beberapakali menerobos ke provinsi Guangdong, China. Yang lain mengawasi negara tirai bambu itu dalam perjalanannya di Korea dan Jepang, seolah menunggu waktu yang tepat. Ada kegelisahan terasa dan setiap orang menyiapkan dirinya.
Saat wilayah perbatasan China sudah didekati dari berbagai arah, tidakkah arus petualangan yang lembut namun terlalu kuat untuk dilawan itu seperti membawa mereka menuju ke negeri asal panda tersebut? Seperti Himalayan Tactic yang mendekati tempat tujuannya dengan perlahan tapi pasti, mereka bergerak semakin melipir ke Utara tanpa tergesa-gesa, melainkan dari basecamp ke basecamp mengamankan logistik dan mencermati rute.
Sifat petualangannya bukanlah langsung terbang sekali-sekalinya ke suatu tempat yang jauh dan tak pernah kembali lagi kesana, namun pelan-pelan menyamankan diri dalam wilayah petualangan, membuat basecamp di kota-kota basis, lalu perlahan tanpa terburu-buru melebarkan batas-batas petualangan itu semakin jauh. Sifat pelan-pelan itu sangat membantu dalam menyelami budaya local berbagai tempat yang dikunjungi. Manusia, sejarah dan budayanya, lebih penting daripada gugusan gunung dan kontur alam lainnya. Memahami itu, akan membuat corak petualangan yang berbeda dengan berbagai ekspedisi mainstream.
Banyak godaan petualangan dan ajakan travelling ke Nepal, Tibet atau tempat-tempat lain bersalju. Beberapa yang sudah gemas dengan gunung es, bahkan sudah lebih dahulu bercumbu dengan salju abadi di gugusan pegunungan Himalaya. Namun tak seorangpun yang bergeming, sebab memang tak demikian style nya. Karena sekali la grande armee bergerak, skalanya akan berbeda sama sekali. Sistematis, terstruktur dan massif.
Indochina merupakan wilayah tempat mereka mematangkan diri. Sebongkah bagian benua Asia yang berada diantara India dan China itu menjadi ajang mendewasakan perjalanan mereka. Bertahun-tahun secara bergantian tim-tim yang blusukan di Indochina dengan sabar saling bertukar informasi dan pengalaman hingga bisa dikatakan wilayah itu sudah seperti playing ground. Jalan-jalan daratnya telah dijelajahi hingga ke perbatasan China.
Tentu akan tiba saatnya untuk terus mendorong perjalanan-perjalanan ini lebih ke Utara, menerobos perbatasan China dari segala arah. Dan barangkali, dalam beberapa tahun ke depan, walau China wilayah yang begitu luas, derap petualangan-petualangan mereka pun akan bergerak kian menjauh lagi. Kemana…? Apakah mengikuti jalur Silk Road ke Asia Tengah, menyeberangi friendship bridge yang legendaris antara Nepal-Tibet, melintasi hijaunya stepa Mongolia atau terus ke utara dibimbing cahaya aurora yang samar menuju Siberia? Biar nanti kota-kota di perbatasan yang menjawabnya
Sudah enam tahun berlalu sejak tahun 2011 yang penuh petualangan itu. Barangkali telah tiba saatnya la grande armee kembali menggeliat.. Marchons, marchons!… seperti lirik dalam War Song for the Rhine Army alias La Marseillaise yang pada masanya pernah menggetarkan benua Eropa. Gemuruh derap barisannya telah membuat miris pasukan musuh yang paling berani sekalipun. Hanya kekuatan alam yang dapat menghentikan mereka.
Form your battalions. .