Diklat..? Pikiran Agung Nugraha mundur ke masa lalu kala ia masih mahasiswa baru. Dalam acara Ospek ia hadir di sebuah acara “pengenalan unit kegiatan mahasiswa” lalu memilih PALAWA UNPAD. Ada kenyamanan di sana, kenyamanan yang hadir dari sebuah proteksi.
“Disini daerah steril dari Tatib ospek… bebas merokok..silakan… saya bertanggung jawab,” kata Bobby dengan tenang. Yang lain membagikan rokok secara demonstratif, tanpa mempedulikan kening Tatib ospek yang semakin berkerut.
Walau maba dilarang merokok, tak ada Tatib Ospek yang berani melanggar police line yang dipasang Bobby cs. Maka dengan perasaan merdeka, Agung dan para maba lain-pun merokok di area kekuasaan Palawa yang dibatasi oleh “police line”. Tatib yang berseliweran hanya bisa pasrah dan mesem-mesem. Kenyamanan lain adalah rasa kebersamaan, sebuah rasa yang membuat Agung sebagai maba seolah sudah menjadi bagian Palawa Unpad. Tekadnya pun sudah bulat ingin bergabung menjadi bagian dari unit pecinta alam ini.
Bila ada yang membuat risau Wawan Barang, sang Danlat terpilih, kala merancang medan operasi kali ini adalah kehilangan banyak rekan yang bisa diandalkannya. Duet maut angkatan Cadas Panjang dan Kawah Putih, sudah mulai mundur teratur dari keriuhan aktifitas perhimpunan walau beberapa orang masih bertahan. Isyarat ini sudah terlihat dari diklat tahun lalu kala mereka bersama larut dalam hening menyadari momen perpisahan ini (Lihat tulisan Diklat SH : Mari Kita Peti Es-kan Dulu Masalahnya ). Kerisauannya terobati dengan tersedianya sepasukan generasi baru yang penuh semangat. Toh, walau ia dapat mengandalkan the young guns itu, tetap saja rasanya berbeda dengan laga-laga “el clasico“ sebelumnya yang dilakoni bersama teman seangkatan.
Dimulai dengan longmarch menuju perkebunan teh Sukawana, perjalanan panjang diklat ini baru akan berakhir lebih dari dua minggu lagi saat materi caraka tunggal di daerah Dago Bengkok. Medan operasi kali ini memang merupakan salah satu yang terpanjang dalam sejarah diklat di perhimpunan. Tambahan lagi, bila tiga diklat sebelumnya sarat dengan modifikasi, maka kali ini seolah diklat Palawa kembali ke khittah-nya alias back to basic. Karakter keras dengan disiplin yang ketat tak lepas dari medan operasi yang berlangsung selama 17 hari itu. Uloh yang menangani medik langsung puyeng ketika hari-hari pertama para siswa sudah jebleh seperti bibir Usro di film si Unyil.
“Kang Wawan, kieu carana mah hese atuh tugas uing,” ia sedikit memprotes pada sang jendral.
“Hemmm..” Wanbar hanya bergumam pelan. Mendengar nada yang mengerikan itu Uloh tak berani beraudiensi lagi, hanya pasrah pada tugasnya di hari-hari ke depan.
Mungkin Wanbar sedang tidak berselera diskusi karena sedih harus memakan nasi gigih buatan danpur Olive. Maklum sejak Dudung lengser dari Kementrian Dapur, pos itu memang kosong. Dudung menampik jabatan danpur abadi karena ingin memberi pembelajaran demokrasi di perhimpunan. Akhirnya Olive katempuhan mengisi pos yang sering dihindari para panitia itu.
Terlepas dari puyengnya Uloh merawat siswa, bagaimanapun diklat pecinta alam memang bukanlah seperti ospek atau inisiasi yang dilakukan di fakultas atau jurusan. Walau terlihat keras namun semua ada tujuannya. Bukan kontak fisik atau hukuman dibuat-buat yang akan ditemui dalam sebuah diklat melainkan bentuk adaptasi awal dengan alam liar yang kerap tak bersahabat. Berbagai bentangan alam dan cuaca yang kadang tak bersahabat itulah yang menjadi guru. Mengikuti kegiatan fisik demikian intens maka sangat alamiah bila yang paling kuat sekalipun tak terhindarkan dari luka, lecet dan memar.
Lebih baik bersimpah peluh dan kesakitan di medan latihan daripada bersimbah darah di medan petualangan sebenarnya. Dunia penjelajahan yang menunggu seorang anggota Palawa di depan bukanlah kegiatan ringan yang tanpa resiko. Hanya dengan latihan yang maksimal dan rasa saling percaya dengan rekan di samping, ia akan dapat mengikuti irama alam liar dan memaknai hikmah yang terkandung di dalamnya.
Perjalanan para siswa selama 17 hari masuk dan keluar hutan harus diakui lebih berat dibanding diklat-diklat sebelumnya. Saat upacara pelantikan di kampus DU saya tahu harus mengangkat topi tinggi-tinggi bagi angkatan yang baru ini : Caraka Rimba.