Pertemuan yang Berkesan dengan Om Edi di Thakhek

om edi

by Riza Fahriza

Bertemu dengan warga negara Indonesia di negeri orang, memang terasa menyenangkan karena perasaan persaudaraan membuncah seketika meski orang itu entah darimana asalnya di tanah air. Demikian yang  saya rasakan saat bertemu dengan Edi Sianipar di Thakaek, Ibukota Provinsi Khammouane, Lao PDR. Semula kami agak bingung dan agak ragu-ragu benarkah ada orang Indonesia berada di kota terpencil yang berjarak 128 kilometer dari Ibukota Laos, Vientiane. Tokh kalau ada orang Indonesia pun pasti berada di Vientiane seperti staf di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI).

Namun saat keragu-raguan itupun muncul, Pak Edi yang berperawakan tinggi besar sudah muncul dihadapan kami ditemani oleh teman kami, Rara. Rupanya ia telah bertemu terlebih dahulu dengan teman-teman yang datang terlebih dahulu di Thakaek. Rara menceritakan dia secara tidak sengaja bertemu sesama orang Indonesia saat dirinya sedang makan di Saibade Restaurant, salah satu rumah makan setempat.

“Saya Edi Sianipar,” katanya memperkenalkan diri saat bertemu di Hotel Mekong. Suasana pun langsung cair karena Pak Edi orang yang murah senyum dan sesekali dirinya bersenda gurau sembari menceritakan dirinya yang sudah tinggal di Thakaek sejak empat tahun lalu sebagai manager di NGO  World Vision Laos. Kamipun tanpa sungkan memanggilnya dengan Om Edi, lalu ia menceritakan bagaimana tradisi masyarakat setempat yang sangat berguna bagi kami untuk menjadi referensi sebelum terjun ke sosial pedesaan.

Om Edi mengaku tinggal di Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang  dan saat ini ada stafnya juga asal Indonesia yang bernama Hadi. Hingga klop sudah ketika Pak Hadi itu pun datang dan memperkenalkan diri sehingga saking kondusifnya suasana di tepian Sungai Mekong serasa di tepian Sungai Ciliwung…hahahaha. Pada kesempatan ini om Edi lalu mengundang kami untuk tinggal di rumahnya ketimbang harus menyewa kamar di Hotel Mekong yang tentunya memakan biaya cukup besar.

“Lebih baik, kalian tinggal dulu saja di rumah saya, karena kebetulan istri lagi pulang ke tanah air. Anggap saja rumah sendiri,” katanya. Wow, alangkah baiknya beliau.Tentu saja keramahtamahan ini kami sambut dengan baik.

Kami menyambut baik tawaran dari Om Edi sehingga malam berikutnya disanalah kami menginap. Walhasil rumah Om Edipun jadi seperti asrama mahasiswa, dan kesempatan ini tidak disia-siakan kaum hawa untuk memasak masakan khas Indonesia. Pasalnya bukan apa-apa setiap makan di rumah makan kekhawatiran akan kehalalan makanan terus membayang-bayangi. Seperti saya yang sejak dari Bangkok terpaksa harus berpuasa karena setiap makan sesuap nasi, sontak tenggorokan langsung menolak hingga Kang Ronald juga menjuluki penulis sebagai “Ajo uek…,”.

Menu hari pertama di rumah Oom Edi yakni tumis kangkung dan udang, malamnya disambung dengan pesta makan ikan bakar. Benar-benar luar biasa enaknya sekaligus membayar dua hari berpuasa ria.

“Waduh selera makan saya jadi semakin besar,” ungkap Om Edi.

Ia pun  mengaku rindu dengan masakan Indonesia.Di hari kedua, telor ceplok dengan sambal balado yang dihidangkan di meja makan pun langsung ludes pula. Perhatian Om Edi sangat besar, sehingga saat sedang berada di Ba Non Ping pun beliau beliau sengaja datang dengan menggunakan Ford Ranger-nya. Ia turut mendatangi mulut gua raksasa Khoun Xe, rupanya penasaran juga akan adanya gua raksasa ini.

“Sejak berdinas di Laos, baru pertama kalinya datang mulut gua ini. Waduh, saya kalah dengan kalian,” guraunya. Dia pun meminta kami menginap kembali di rumahnya seusai kegiatan ini. Memang menyenangkan bertemu sesama orang dari tanah air yang sangat bersahabat di negara orang.

Terimakasih Om Edi Sianipar

 

( moment Ekspedisi Laos 2011)