Tahun 2018 bagai tahun bencana saja layaknya, kala manajemen kebencanaan YPI masih berupaya menyalurkan bantuan ke Palu tiba-tiba saja banjir bandang sungai Cimanuk terjadi di Tasikmalaya. Setelah usai operasi kemanusiaan di Lombok,lanjut ke Palu dan pada bulan November kembali menghadapi front baru di Tasikmalaya. Daerah paling terdampak oleh bandang adalah Bantarkalong dan Cikuya.
Bantaran sungai Cimanuk adalah tempat personil-personil PLW ditempa kedewasaannya. Dari jeram-jeramnya lah karakter kuat itu melekat dan kepada penduduk sepanjang aliran sungai itu kami berhutang budi. Bagaimana mungkin kami menutup mata pada bencana yang hadir bagai di pelupuk mata. Sungguh aneh bila Lombok dan Palu yang begitu jauh kami songsong sementara kesengsaraan dihalaman sendiri terabaikan.
Walau resources hampir terkuras habis, sisa-sisa logistik kembali dikonsolidasikan. Kini dengan sisa peluru yang menipis maka penyaluran bantuan dituntut makin efektif. Skenario penyaluran bantuan kembali dibicarakan ditengah peliknya resources yang tersedia. Dalam situasi ini YPI memainkan kartu truf nya. Eris (SH) yang merupakan warga Tasikmalaya tentu mengenal medan dengan baik. Eris lah yang dipercaya untuk mendistribusikan bantuan di Cikuya.
Hari Rabu,14 November, tim Eris mendistribusikan bantuan yang digalang dari berbagai pihak ke posko Cikuya. Bekerjasama dengan jaringannya di Tasik, Eris memimpin distribusi beberapa ton bantuan yang terdiri dari sembako, baju, hijab dan berbagai kebutuhan darurat lainnya. Salute untuk Eris!
Walau quick respond pada bencana banjir bandang Tasikmalaya tetap dapat dilakukan, namun sebuah pelajaran bisa diambil. Organisasi sekelas yayasan pun bila bertubi-tubi dihadapkan pada situasi bencana diberbagai front maka bila sifatnya hanya reaktif akan kewalahan. Kita perlu membuat protap dan cara-cara kerja yang sistematis untuk merespond lebih baik pada bencana-bencana yang dapat terjadi kapan saja dimasa mendatang.