Rinjani, You Never Walk Alone

Sebagian besar pegiat yang aktif mendaki tak melewatkan gunung Rinjani kedalam bucket list petualangannya.  Tahun 90 an ketika suasana gunungnya masih adem tidak seramai sekarang, melakukan pendakian gunung Rinjani sangat menyenangkan. Suasana pendakian kekinian tentu sangat berbeda dengan masa itu, namun tak pelak kala gempa mengguncang semua merasakan getaran emosi yang sangat. Bagaimana tidak disanalah proses pendewasaan itu berlangsung, dari bayi merah yang belajar merangkak menjadi singa-singa dunia petualangan.

Kala bencana gempa Lombok terjadi, salah satu yang menjadi perhatian Yayasan Palawa Indonesia dalam tanggap darurat bencana adalah dua kawasan jalur pendakian Rinjani yaitu Senaru dan Sembalun. Maka sembari melakukan distribusi di kawasan lain, kedua tempat itupun disambangi.  Distribusi natura dilakukan di Sembalun Lawang dengan posko di tempat pak Rosidin dengan relawan yang turun Boedi Rahajoe dan Bobby Victorio.

Sementara itu di kawasan Senaru selain drop natura yang dilakukan Riza Fahriza juga disalurkan dana stimulan untuk swadaya pipanisasi.  Relawan yang stanby di Senaru mengkoordinir pipanisasi sejauh satu kilometer  menuju sumber air ini adalah Alif Suta Manggala. Posko yang dipakai di Senaru adalah rumah pak Nursaat yang sehari-harinya berprofesi sebagai porter gunung Rinjani.

Pascagempa, pemerintah menutup Taman Nasional Gunung Rinjaniyang terletak tidak jauh dari pusat gempa. Segala kegiatan yang berada di dalam taman nasional ditutup untuk mengantisipasi longsoran tanah yang sewaktu-waktu terjadi akibat gempa. Hal ini tentu membuat mereka yang berprofesi porter seperti Nursaat kehilangan matapencaharian.  Beberapa solusi alternatif misalnya membeli komoditas lokal seperti kopi penduduk setempat telah dilakukan namun tentu belum maksimal. Seusai gelombang relawan pertama dievakuasi, rencana untuk melakukan pendampingan yang lebih maksimal akan segera disusun. Rinjani, you never walk alone…

 

Photo by : Boedi Rahajoe, Alif Suta Manggala