Sorot matanya masih memancarkan semangat yang membara walau tubuhnya terbaring tak berdaya di atas kasur di sebuah kamar perawatan Rumah Sakit di Cimahi.
“Saya ingin terus mengikuti pendidikan ini kang !!” ungkap Wahyudi sambil menggenggam tangan salah seorang pelatihnya.
Sang pelatih hanya bisa membalas dengan ucapan “Tetap semangat Tuan!!”
Wahyudi ambruk di medan operasi dan dinyatakan tidak dapat melanjutkan Pendidikan Dasar Palawa unpad dikarenakan faktor kesehatannya yg tidak bisa ditolerir. Beliau langsung dievakuasi ke Rumah sakit terdekat.
Seminggu lamanya beliau dirawat hingga akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit tersebut. PALAWA berkabung !!
Ada rasa sungkan dari hampir semua pelatih untuk tetap melanjutkan Diklat Palawa X waktu itu, tapi Kang Syarief Barmawi selaku pembina pd waktu itu mensupport untuk tetap melanjutkan pendidikan.
Kampus Unpad heboh, terutama Fakultas Sastra tempat almarhum menuntut ilmu, kabar langsung menyebar dengan bumbu yg beraneka rupa.
Saya yang kebetulan satu fakultas dengan almarhum, ketika menginjakkan kaki di kampus Jatinangor langsung dikerubuti teman2 almarhum yang sebagian besar adalah anggota DKM Masjid Unpad.
Ya, almarhum juga adalah seorang aktivis masjid, performanya yang pendiam tidak banyak bicara dan baik membuat beliau banyak disukai teman2nya.
“Kumaha Bay bisa kieu??!!” tanya beberapa teman almarhum yg sebagian besar adalah teman saya juga. Beberapa teman yang lain menatap saya penuh selidik…”Tenang, supaya berita tidak simpang siur, kalian bisa tanya langsung kepada pembina, sesuai instruksi beliau” ucap saya mencoba menenangkan.
Sementara itu, Sadikin (CP) sebagai kesiswaan & Budi Rahayu (CP) sebagai Wadanlat pada waktu itu sudah bersiap mengiringi jenazah almarhum menuju kampung halamannya di Kebumen dengan mengendarai Ambulan.
Tidak ada pilihan lain bagi Sadikin & Budi waktu itu selain siap menghadapi respon apapun dari pihak keluarga almarhum, apapun resikonya!!
Belum ada handphone pada waktu itu dan pihak keluarga almarhum pun tidak mempunyai line telephone, bisa dibayangkan…orang tua almarhum yang hanya tahu anaknya sedang menuntut ilmu di Bandung, tiba tiba pulang hanya tinggal raga…
Apa yang dilakukan jika itu terjadi pada keluarga kita??
Ya, Sadikin & Budi harus siap dengan semua resiko yg akan dihadapi, tidak ada pilihan!! Suatu kondisi yang saya sendiri sulit membayangkannya.
Taufik Nugraha (KP) yang selama seminggu mendampingi almarhum di Rumah sakit, saat itu bertugas untuk stand by di sekretariat sebagai information centre agar berita tidak berkembang ke arah yg negatif.
Kondisi saat itu ibarat darurat perang, kepengurusan DP yg masih bau kencur dipaksa oleh keadaan untuk bisa bersikap “dewasa”. Dan beruntung waktu itu Kang Budi Hendar Koswara alias Gambrud (GS) ikut turun langsung mensupport dengan memberikan arahan arahan taktis kepada kami.
Ada beberapa hal yang bisa diambil dari peristiwa itu, “Kedewasaan & Kekompakkan”. Semua itu timbul karena kita harus menghadapi peristiwa “ekstrim” bersama sama, kedewasaan yang harus muncul secara “premature”.
Hal berikutnya adalah tentang semangat. Kata kata terakhir almarhum “Saya ingin terus mengikuti pendidikan ini!!” mencerminkan sebongkah semangat yang membara, semangat yang tidak bisa mati !!.
Semangat saudara kita Wahyudi inilah yang selalu menemani setiap kegiatan Palawa melalui “Ransel Merah”nya, yang selalu beliau sandang.
“Ransel Merah” yang menjadi trade mark beliau dengan teriakan “PALAWA”nya
Selamat jalan saudaraku, semangatmu akan selalu menghiasi kami….
Februari 1993..
Salut untuk Sadikin Gani & Boedi Rahajoe