The Flying Fortress

310665_2291874688808_1156418586_n

Para penggiat outdoor di kampus hampir selalu diperlengkapi dengan kendaraan offroad yang siap mobile bila hendak merambah medan-medan yang tak bisa dilalui kendaraan biasa.

Rasanya pun kurang afdol bila melakukan kegiatan operasional di lapangan tanpa didukung oleh kendaraan off-road yang mumpuni. Landrover Serries bermesin 2200 cc yang kerap diperlengkapi peralatan berat seperti ban extreme Trekker atau Super Swamper, winch dan rollbar siap mendukung kegiatan outdoor.

 

Sebuah flying unit

Suatu armada Landrover selalu siap dimobilisasi dalam mendukung kegiatan operasional  pecinta alam semisal diklat, tanggap darurat atau cross country. Kendaraan yang tangguh ini bahkan mengiringi operasi hingga ke Padang kala tanggap darurat usai gempa 7.3 skala R yang mengguncang disana. Maka bila sekretariat di kampus diibaratkan base camp tempat berkumpulnya para petualang dan berbagai peralatan berat maka kendaraan operasional  merupakan flying camp yang bisa bergerak mobile. Dengan ketaktisannya maka sebuah kompi petualang selalu sanggup diberangkatkan dari Sekretariat menuju  sebuah situasi quick response dimanapun.

Namun kala kami masih berkutat di kampus, kendaran operasional  4×4 semacam Landrover yang selalu siap stand bye seperti mimpi di siang bolong saja. Seingat saya kendaraan Landrover baru muncul sesekali saat usia petualangan kami di kampus sudah menua. Willys lebih telat lagi memperkenalkan diri dan langsung mogok didepan sekretariat kala dioperasikan. Amat sering berbagai peralatan diangkut menggunakan angkot atau bis yang aksesnya terbatas. Istilah AJB yaitu Angkat Jinjing Bawa sudah mengakar dalam keseharian operasional di lapangan.

 

Kijang generasi II

Di sela-sela ketiadaan kendaraan operasional itu sebuah Toyota Kijang generasi II milik Adjat sungguh sangat diandalkan untuk menunjang sepak terjang  legiuner petualang kala itu. Kijang kotak warna abu-abu  bermesin 4K itu selalu siaga mendampingi  hampir tiap kegiatan di lapangan yang diselenggarakan terutama diklat dan arung jeram.  Lupakan motor-motor trail yang trend sekarang ini, kala itu Honda Astrea dan Vespa yang beroperasi hingga ke Citarum dan Situ Lembang.

Walaupun hanya bermodalkan dapur pacu 1300 cc ia dengan gagah memuat para rafter berikut perahu serta peralatannya untuk berlatih di sungai-sungai  seperti Citarum dan Cimanuk.  Backup untuk operasional caving di gua-gua Buniayu pun tak ketinggalan dilakoninya. Demikian pula arena panjat tebing di Citatah tak segan disambanginya.

Mobil ini seakan menjadi super carrier yang mampu mengangkut perlengkapan apapun. Seluruh peralatan diklat yang berlangsung selama dua minggu sanggup dibawanya menuju medan operasi di kawasan Bandung Utara hingga Bandung Selatan, termasuk didalamnya karung-karung beras, ransel, tenda dan tak terhitung lagi barang lainnya. Bahkan sebuah perahu avon dengan dek kayu dengan gagah dibawanya kala berlatih di Situ Lembang.

 

The Flying fortress

Sepasukan orang  dengan peralatan lengkap bisa dimuat kedalam kabin yang sering dicopot kursi-kursinya supaya muat banyak tempat. Dengan personil sebanyak itu, sekretariatpun seolah berpindah tempat dengan segenap atmosfer kekuatannya. Sehingga Kijang kotak itu ibarat sebuah benteng terbang – the flying fortress– yang mengobarkan aura militansi dimanapun. Para satpam di kampus sudah sangat mengenalnya hingga tak pernah lagi memberI tiket parkir, diperlakukan layaknya kendaraan yang ditumpangi pejabat Rektorat.

Selain kendaraan tempur itu ada pula beberapa bomber yang siaga melapis kegiatan operasional. Namun tak ada yang menyaingi militansi  dan kesigapan kijang kotak. Maka ikon operasional kala itu tertumpu pada Kijang kotak yang sering dikendarai dengan terkantuk-kantuk oleh Adjat. Dimanapun mobil itu berada siapapun akan merasakan aura keberadaan satu barisan petualang di sekitarnya. Tak berlebihan bila kijang itu merupakan sebuah flying fortress yang menjaga kewibawaan syal kuning dimanapun.

Kini cerita tentang mobil legendaris itu hanyalah sebuah romantisme yang manis untuk dikenang. Keberadaannya sudah tak ada lagi karena sudah dijual oleh  pemiliknya. Demikian pula kendaraan bomber lain sudah tak ada lagi karena sudah pula  berpindah tangan. Namun setidaknya dapat dikenang bahwa dulu terdapat  sebuah armada militan yang dipimpin oleh  kijang kotak yang legendaris.

Benar bahwa kendaraan operasional kala itu kekuatannya tak setara dengan armada yang tersedia kini. Jumlahnya pun amat terbatas. Paling banyak hanya dua mobil yang dapat mengawal sebuah kegiatan operasional di lapangan. Namun bukan berbagai kendaraan offroad bertenaga badak yang dibekali peralatan berat yang akan membuat sebuah kegiatan operasional di lapangan terlaksana dengan baik. Militansi dari para personilnya lah yang merupakan ruh dari petualangan itu dan dengan kebersamaan semua kendala yang ditemui akan selalu teratasi. Coming together, moving together and working as one.