Long Time No See

31067_1393927525620_2121028_n

When we tire of well-worn ways, we seek for new. This restless craving in the souls of men spurs them to climb, and to seek the mountain view (Ella Wheeler Wilcox )

 

Rasanya masih seperti mimpi  bagi Nina Widyaningsih berada di tanah lapang yang cukup luas  diantara tenda-tenda dome yang berdiri tegak di sekelilingnya. Hutan pinus menebarkan aromanya yang khas, demikian juga bau tanah yang basah sehabis diguyur hujan mengingatkannya kembali pada suasana masa petualangan belasan tahun lalu. Selama itulah ia meninggalkan habitat yang dulu diakrabinya ketika masih menjadi mahasiswa.

Sebagai dosen di sebuah perguruan tinggi kesehariannya memang tak jauh dari kampus sehingga bukan suasana kampus yang dirasakannya hilang. Namun sebuah jejak rekam di jalan-jalan setapak dalam hutanlah yang membuatnya terkesima malam itu.

 

Merajut kenangan masa lalu

Hujan teramat deras mengguyur kota Bandung kala mobil yang ditumpanginya mulai bergerak menuju Lembang dikala hari menjelang maghrib. Curahan air yang berlimpah dari langit menciptakan aliran banjir yang cukup deras sepanjang jalan Dipati Ukur yang  menanjak ke arah Dago. Ah, bahkan kampus Dipati Ukur itu pun sudah terlalu lama ia tinggalkan tanpa pernah menjejakkan kaki lagi. Namun kini bersama beberapa sahabat lamanya, mereka menerobos cuaca cukup ekstrim itu sebagian karena merasa bahwa cuaca demikianlah yang dulu menemani petualangan-petulangan mereka. Sehingga hujan deras itu melengkapi suasana rendezvous mereka  hari itu di perkemahan Cikole.

Bumi Perkemahan Cikole merupakan lokasi wisata yang dikelola oleh Perum Perhutani, terletak sekitar 30 km dari Kota Bandung, tepatnya di Desa Cikole, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung. Kawasan hutan seluas kurang lebih 10 Ha yang sebelumnya merupakan hutan produksi pinus kini telah dikembangkan menjadi bumi perkemahan. Selain pohon pinus yang tumbuh di daerah ini tetapi terdapat juga pohon aghatis dan kaliandra.

Malam hari hujan belum jua berhenti kala mereka sampai di base camp Cikole. Diantara suasana gelap, basah dan dingin itu Nina kembali merangkaikan memorinya yang telah berserak. Satu persatu wajah teman-teman lamanya pun mulai mengisi kembali bilik-bilik ingatannya walau beberapa tetap saja seolah hilang dari lembaran kusut memorinya. Semoga mereka memaafkan dirinya, maklum saja sudah lima belas tahun ia tak bersua satupun dari mereka.

Persahabatan yang tumbuh dalam kesunyian alam seringkali lebih emosional daripada pertemanan yang lalu-lalang di perkotaan.  Seakan-akan kekuatan alam itu sendiri memancarkan kasih sayang yang menjaga kebersamaan mereka, seperti rasa sayang seorang ibu yang mengasuh anak-anaknya agar tetap rukun. Getaran-getaran itulah yang dirasakan Nina kala dulu ia mendaki gunung Rinjani, menyusuri pantai Sancang atau berkelana diantara keliaran arus sungai Cimanuk. Seakan-akan dalam keliaran alam itu hutan pun ikut bercakap-cakap kala mereka berbincang, arus sungai ikut tersenyum kala mereka tertawa  dan tangan-tangan ombak ikut bermain bersama mereka. Sebuah persahabatan yang melampaui kata-kata.

Sangat menyenangkan dapat bertemu kembali dengan teman-teman lamanya, apalagi kemudian bercengkerama dengan kesyahduan alam.  Nina  sadar bahwa selain pertemanannya dengan rekan-rekan sejawat, tanpa disadarinya alam liar itu sendiri merupakan sahabat terbaiknya selama ini yang ikut membimbing pendewasaan hidupnya. Pertemuannya dengan para sahabat itulah yang kembali membuat hatinya bergetar. Hawa segar yang dihirupnya diantara hutan pinus Cikole, gigitan dingin yang menggodanya dan  pijar kehangatan dari api unggun ikut mengantarkannya pada perjumpaan kembali dengan sahabat-sahabat lama yang telah sekian lama tak dijumpai dan teramat dirindukannya. Ia berharap tak akan terlalu lama baginya untuk berkumpul kembali bersama mereka dalam dekapan hangat sang mother nature.