Setelah sekian lama hanya “mengawasi” Kathmandu dari kejauhan, yaitu dari nyamannya menyesap kopi Vietnam drift di kota Saigon, pembicaraan untuk mulai bergerak ke kota Mekah-nya dunia petualangan itu serius didiskusikan. Three musketer barang outdoor yaitu Dunga, Bar dan Kuphil mulai membicarakannya. Bais yang sudah terpapar virus backpackeran juga bergabung.
“Geus apal lah jalur Indochina mah,” selorohnya percaya diri setelah lulus jalur darat Bangkok – Saigon.
Walau sangat terbuka untuk melakukannya beberapa tahun lalu, mereka terkesan menunda-nunda leapfrogging ke Nepal. Semua berpikiran sama, belum waktunya. Pijakan mereka di Indochina masih goyah, jadi paling jauh hanya menengok-nengok China.
Ide beberapa tahun lalu untuk bergeser basecamp dari Saigon ke Bangkok, cukup berhasil menggerakkan trip-trip di sekitar Indochina. Namun Bangkok lebih cocok untuk dipakai basecamp backpackeran daripada dunia outdoor. Kini tiba saatnya kembali ke khittah yaitu dunia outdoor.
“Geus waktu na ka Kathmandu,” seloroh Kuphil kala kumpul-kumpul di cafe Farrel.
“Padahal sabaraha taun katukang basa Air Asia jeung Malindo keur promo,” Dudung sedikit berandai-andai.
“Kalem.. da arus perjalanan mah pasti kaditu,” ujar Bar berfilosofis. Ibarat permanan catur, yang penting adalah membangun perkembangan buah-buah catur menguasai petak per petak. Tak perlu buru-buru mengirimkan perwira berat ke medan tempur, karena tanpa didukung infantri yang memadai hanya akan terpukul mundur kembali.
Banyak yang sudah mendahului ke Kathmandu bahkan jalan-jalan di pegunungan bersalju Himalaya, namun ibarat pergerakan Himalayan tactic dalam sebuah ekspedisi mereka tak merasa perlu buru-buru kesana melainkan lebih suka menyamankan diri di kawasan Indochina dulu. Bahkan kini pun, bukan pegunungan Himalaya yang menjadi incaran melainkan hanya kota Kathmandu yang jadi sasaran. Protapnya seperti biasa, mencari pijakan yang kuat sebelum benar-benar menjadikan Kathmandu basecamp berikutnya. Tipe perjalanan the pack bukanlah pergi ke suatu tempat yang jauh lalu tak kembali lagi melainkan vini vidi vici.
Sekali mereka tiba di kota tujuan, peluang dan kesempatan disitu harus digali tak ada alasan pulang dengan tangan hampa. Sekali peluang itu didapat, mereka akan mencengkeramkan kukunya kuat-kuat dan tak akan pergi lagi darisana. Lalu setelah membangun stronghold disana, mereka akan bisa membuka jalan bagi yang lain. Semangat pioneering ke kota-kota yang asing ini mungkin tak terlalu heroik dibanding melakukan pendakian gunung, namun efeknya akan seperti bola salju. Bila beberapa tahun lalu the pack berbondong-bondong diterjunkan di medan Indochina, beberapa waktu kedepan mungkin Nepal lah yang jadi medan laga. @bayubhar