Misi untuk membuat Bangkok sebagai kota transit menuju tempat-tempat di Indochina sudah dicanangkan. Berturut-turut Bais, Adjat dan Bobby melakoni perjalanan backpacker ke kota ini. Sementara Bar dan Dudung memilih ‘wait and see’ sambil membuka jalur ke kota lain. Kali ini mereka sudah merasa tiba saatnya terjun langsung kesana.
Empat tahun lalu merupakan persinggahan pertama Bar di Bangkok kala tergabung dalam ekspedisi ke negara Laos 2011. Namun kala itu hanya sebuah transit yang singkat kala menjadi bagian dari ekspedisi di Laos. Jadi tak banyak kesan dan pengalaman yang didapat dari pertemuan singkatnya dengan ibukota Thailand itu. Maka ketika Bar dan Dudung kemudian benar-benar tiba di Bangkok, bisa dikatakan keduanya tak punya gambaran tentang backpackeran disini. Namun kebiasaan slonong boy membuat keduanya tak memusingkan hal tersebut.
Kali ini mereka berangkat dari Bandung . TigerAirways mendarat di bandara Suvarnabhumi (BKK) pada malam hari, setelah singgah sejenak di Changi. Mereka makan malam di foodcourt bandara, memesan paket hemat senilai 80 baht. Itu adalah sebuah paket nasi dan daging sapi. Setelah cukup bertenaga, lalu menggunakan kereta cityline dan turun di stasiun Lat Krabang yang merupakan stasiun terdekat dari bandara.
Rupanya Dudung sudah memesan hotel di Lat Krabang. Turun di Lat Krabang, sempat celingukan karena tak ada tanda yang jelas menuju hotel dimaksud. Namun kemudian semacam pangkalan taxi tak resmi di bawah stasiun memungkinkan mereka mendapat taxi. Pengemudinya mengaku tahu lokasi hotel, dan ternyata memang tak sulit menemukannya, Lat Krabang adalah jalan besar yang cukup panjang dekat stasiun . Tapi kalau berjalan, ogah ah. Lumayan jauh juga.
“Isuk mah pindah we nya ka daerah backpacker di Khaosan,” usul Bar. Ia merasa tak bisa banyak melakukan pergerakan disini.
Esoknya mereka menuju ke terminal bis yang terletak di komplek bandara Suvarnabhumi. Dari sana banyak bis ke berbagai tujuan, namun tak ada yang melewati daerah backpacker Khaosan. Harus dua kali naik bis untuk sampai kesitu. Di kawasan backpacker, mereka memilih menginap di jalan Rambuttri yang suasananya relatif lebih tenang daripada jalan Khaosan yang selalu hiruk pikuk. Karena tak ada tempat tujuan khusus selama di Bangkok, waktu singgah ini hanya mereka gunakan sebagai orientasi medan kota Bangkok saja. Sebagai bekal karena merasa akan sering singgah lagi disini kelak.
Logikanya sederhana saja, Bangkok termasuk hub transport utama di Asia Tenggara. Perjalanan darat ke negara-negara Indochina lainnya juga lebih mudah dicapai dari Bangkok. Biaya hidup di kota ini juga bisa lebih murah dibandingkan Kuala Lumpur atau Singapura yang biasa dipakai oleh budget airlines untuk transit.
Di gang-gang sekitar Khaosan mereka masih bisa mendapatkan kamar bertarif 180 baht semalam yang bisa dipakai untuk dua orang. Jangan tanyakan fasilitasnya, toh namanya juga cuma transit yang kadang tak sampai 24 jam. Tapi bila bersedia tidur di ranjang reot dengan kasur yang keras dan tanpa AC, silakan mengikuti jejak mereka.