Sekali layar terkembang, surut kita berpantang,,,ini rupanya pepatah yang berlaku saat itu bagi saya yang belum pulih benar dari sakit yang dirasakan semenjak seminggu yang lalu. Berawal saat saya terjebak hujan di jalanan wilayah Setiabudhi, Bandung yang membuat badan saya mulai terasa meriang, dan mungkin juga karena kondisi saya sebelumnya yang kurang begitu fit.
Setiba di rumah, demam mulai menyerang disertai pening-pening di kepala bagai dihantam palu “Thor”. Saya pun ambruk, dokter menyarankan saya untuk bedrest. Menurut diagnosa sang dokter , selain flu berat yang menyergap saya disinyalir saya juga mengindap gejala diabetes…wadaaw, tidaak!! Padahal seminggu lagi saya harus berangkat menuju Bangkok (Thailand) dan Saigon (Vietnam), ticket pesawat sudah dibooking, segala sesuatu sudah dipersiapkan.
Seminggu setelah bedrest, saya memaksakan diri untuk memulai aktifitas rutin, walau badan masih terasa sempoyongan. Tidak ada pilihan, saya harus segera pulih karena minggu depan saya harus berangkat, saya harus segera bugar!!
“Pariksakeun ka lab Bay, gancang ! bisi aya nanaon ngke di Bangkok atawa Saigon, ripuh gering di nagara batur mah…!” begitu saran seorang teman saat mengetahui kondisi saya, yang maksudnya kurang lebih menyarankan saya untuk memeriksakan diri ke lab, jangan sampai jatuh sakit di negara orang, bisa repot nanti. “Mun ternyata parah, mending cancel we” lanjutnya.
Hal itu membuat saya semakin ‘down’, rasa khawatir menyelimuti saya. Namun saat rekan saya Barbar mengetahui hal ini, dia berpendapat beda …”Ah, hajar we bay, jadikeun…!! ngke oge cageur” (hajar aja bay, jangan dicancel..nanti juga sembuh) . Ungkapan Barbar ini bukan tanpa alasan, dia pernah mengalami demam saat akan berangkat ke kota Kinabalu & mendaki gunung Kinabalu.
Adrenalin yg terpacu akibat rasa semangat eksplorasi yang menggelora, rupanya membuat daya imun tubuh meningkat, terbukti saat tiba di Kinabalu, rasa lemas & demam itu hilang berganti dengan semangat yang memuncak.
Taufik salah seorang rekan saya juga pernah mengalami hal yang sama saat akan melakukan pendakian di Fansipan di Vietnam, dia sedang terserang diare, bahkan saat di perjalanan pendakian pun diare masih menguntitnya, tapi pada akhirnya kondisinya pulih total berganti dengan semangat yang menggebu saat mencapai puncak Fansipan.
Atau saat saya mengajak Ajat rekan saya yang juga seorang jurnalis di sebuah media massa yang cukup terkenal di Bandung yang menderita anemia mengunjungi Bangkok untuk yang kedua kalinya. “Urang gering euy, laleuleus awak,,,ceuk dokter urang keuna anemia” ungkap Ajat suatu malam saat saya jemput dari kantornya menjelang kepergian ke Bangkok, yang kurang lebih maksudnya “saya sakit, badan saya lemas, kata dokter saya anemia”.
“Halah, geus ngke ge cageur,,,geus buru, ticket pesawat geus meuli, lebar yeuh” (halah, nanti juga sembuh, ayo cepat, ticket pesawat sudah beli) balas saya.
Dan terbukti, saat tiba di kota tujuan, Ajat seakan lupa kalau dia dalam kondisi sakit saat pergi, minuman dingin dengan timbunan es dia reguk dengan nikmat walau dokter konon melarangnya…dan Alhamdulillah baik baik saja, bahkan Ajat sanggup berjalan berkilo-kilo meter dengan semangat yang membara hehehe
Rupanya adrenalin yang terpacu akibat dari sebongkah semangat yang menggebu bisa membuat seseorang yang sedang sakit atau lemah akan bangkit dan memicu orang itu untuk sembuh dan menjadi lebih kuat. Stimulan dari bangkitnya sebuah semangat itu sendiri bisa dari rasa ingin tahu terhadap suatu tempat atau sesuatu yang belum pernah dikunjungi atau ditemukan, bisa juga karena berharap bertemu dengan seseorang yg dicintai atau mendapatkan sesuatu yang diharapkan.
Hal ini saya rasakan ketika akhirnya memutuskan untuk berangkat ke Bangkok, sebuah kota yang saat itu belum pernah saya kunjungi dan saya membayangkan mengeksplorasi keeksotisannya. Dan setibanya di kota itu saya menjelajahinya bersama rekan saya Bobby, berjalan kaki menyandang backpack dari sudut kota yang satu ke sudut kota yang lain, bergabung pula bersama rombongan demonstran saat Bangkok dilanda aksi demonstrasi besar besaran atau “Bangkok Shutdown”. Dan ketika saya berfoto di dengan pose meloncat di sebuah kuil yang terkenal, Wat Pho lalu kemudian saya posting di sebuah media sosial, Barbar rekan saya berkomentar “Cageur geuning bay? Wkwkwkw” (‘sembuh juga kamu Bay”)…Ya memang saya jadi lupa klo saya dalam kondisi sakit saat pergi heheheheeh